Banjarmasin (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd mengatakan manajemen penanganan kasus COVID-19 berbasis analisis praktis dapat mewujudkan sinergi pemerintah dan masyarakat.

"Karena dengan analisis praktis, maka aktivitas, fasilitas dan kinerja dapat dilihat oleh siapa saja dengan mudah," kata dia di Banjarmasin, Ahad..

Menurut Syamsul, langkah serius yang dilakukan pemerintah baru-baru ini dengan menerbitkan Instruksi Menteri dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 tentang penegakan protokol kesehatan untuk pengendalian COVID-19. Penegakan protokol kesehatan memberikan gambaran bahwa partisipasi masyarakat masih perlu ditingkatkan.

Partisipasi masyarakat terhadap pencegahan penularan semakin meningkat jika pemerintah juga serius dalam penanggulangan COVID-19. Hal ini merupakan proses timbal balik antara pemerintah dan masyarakat.

Baca juga: Analisis: Karantina wilayah perlu pertimbangkan anggaran dan logistik

Baca juga: Ahli epidemiologi sebut perlu analisis risiko COVID-19 di Indonesia


"Agar kecurigaan kedua belah pihak dapat diminimalkan, maka perlu manajemen COVID-19 yang mudah untuk dijadikan indikator penilaian," jelas Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.

Syamsul memformulasikan model manajemen (5T+4M) - (3KSP). 5T meliputi testing, tracking, treatmen, tracing dan teamwork. 4M meliputi memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak minimal 1 meter, meningkatkan imunitas tubuh.

Sedangan 3 KSP meliputi 3K (kontak erat, kerumunan, kematian), 3S (suspek, sirkulasi udara buruk, sarana/prasarana kesehatan yang belum memadai, 3P (probable, pergerakan orang tinggi, pemantauan orang saat karantina/isolasi rendah).

Melalui formula tersebut dapat dianalisis upaya yang dilakukan pemerintah dan partisipasi masyarakat sebagai kepedulian dalam pencegahan transmisi COVID-19.

Dipaparkannya, kinerja 5T akan terlihat dari penurunan angka kasus kontak erat, kasus suspek, kasus probable, kasus kematian, sarana/prasarana kesehatan yang semakin memadai, dan pemantauan orang saat karantina/isolasi termonitor dengan baik.

Sementara di sisi lain partisipasi masyarakat terpantau melalui 4M dengan disiplin ditambah dengan kerumunan yang menurun, sirkulasi udara yang baik dipilih sebagai tempat pertemuan, kesadaran karantina/isolasi yang tinggi dan pergerakan orang/mobilitas hanya untuk hal-hal penting.

Dengan formulasi itu, dapat dianalisis dengan mudah, apakah peningkatan harian jumlah kasus terkonfirmasi COVID-19 telah dibarengi dengan upaya maksimal dari pemerintah. Seyogyanya peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi dapat dianalisis dominan karena faktor pemerintah atau faktor masyarakat.

Jika pemerintah telah melakukan upaya testing, tracing, treatment, teamwork telah berjalan optimal dan tetap memperhatikan target yang telah ditentukan WHO.

Demikian pula teridentifikasi jumlah kasus kontak erat, suspek dan probable yang semakin menurun serta pemantauan orang dalam karantina/isolasi terkontrol dengan baik. Hal ini berarti faktor dominan penyebab bukan dari pemerintah.

Akan tetapi jika partisipasi masyarakat terhadap pencegahan transmisi COVID-19 yang dilakukan melalui memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak dan meningkatkan imunitas tubuh telah dilakukan dengan disiplin ketat.

Di samping upaya masyarakat untuk memilih tempat pertemuan pada ruangan dengan sirkulasi baik dan mengurangi mobilitas. Hal ini berarti faktor dominan penyebab bukan dari partisipasi masyarakat yang buruk.

"Melalui indikator yang praktis ini dalam manajemen diharapkan tidak saling menyudutkan kesalahan pada pihak tertentu, namun saling bersinergi dan menguatkan dalam rangka upaya pencegahan transmisi COVID-19," ujar Syamsul.*