Jakarta (ANTARA) - Performa industri otomotif 2020 diperkirakan merosot dengan penjualan global diperkirakan hanya akan mencapai kisaran 62 juta unit, jauh dari puncak kejayaannya yang menyentuh 80 juta unit pada 2017 silam.

Perubahan cepat dan besar terjadi dalam setengah dekade terakhir, terutama setelah pandemi virus corona mengguncang dunia dimulai dari Wuhan, China akhir 2019.

Produsen otomotif di seluruh dunia panik ketika pandemi memaksa mereka melakukan banyak adaptasi, dari mulai penghentian operasi hingga mempercepat transformasi digital demi bertahan.

Penjualan kuartalan jatuh, bahkan sebagian hanya mampu menjual kurang dari setengah dari biasanya, meskipun kemudian pada April berangsur sedikit menggeliat kembali dimulai dari China yang lebih dulu bisa mengendalikan gelombang penyebaran COVID-19.
Figur penjualan kendaraan bermotor global 2010 - 2021. (ANTARA/Statista)


Setelah sempat sebagian mengalihkan operasinya untuk bantuan penanganan COVID-19, pelonggaran di beberapa wilayah mendorong pabrikan kembali beroperasi--kebanyakan pada kuartal kedua--, penjualan pun beringsut menuju pemulihan.

Dengan berbagai dinamikanya pada masing-masing pabrikan, peta persaingan dalam industri ini pun berubah sepanjang 2020 yang masih dipengaruhi dengan persoalan pandemi. Di tengah adaptasi kebiasaan baru dan orang diam serta bekerja dari rumah telah banyak memengaruhi pasar otomotif.

Baca juga: GM dan Nikola kembali umumkan kesepakatan kerjasama

Baca juga: GM berambisi besar menangi pesaingan mobil listrik


Pandemi COVID-19 dan dampak ikutannya telah mendorong peta kekuatan dalam industri otomotif berubah cepat, dengan daftar urutan lima besar--berdasarkan volume penjualan--berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dan berikut ulasannya:

1. Toyota

Dengan jaringan yang begitu luas di pasar-pasar sedang berkembang rupanya membuat Grup Toyota Motor Corporation lebih bisa mempertahankan penjualannya ketimbang pabrikan lain. Pabrikan Jepang ini mampu menggeser Volkswagen di posisi puncak pada 2020, tahun yang penuh ujian karena pandemi.

Grup yang membawahi merek Daihatsu juga Hino ini mencatatkan penjualan Januari-September 2020 mencapai 6.683.257 unit, tertinggi dibanding pesaing-pesaingnya meskipun angka itu sebenarnya masih lebih rendah 17 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya.

Seperti biasa, merek Toyota mengambil peran terbesar dalam penjualan dengan 6.076.468, merek Daihatsu hanya 503.307 unit, dan Hino 103.482 unit.
Toyota GR Yaris. (ANTARA/Toyota)


Dalam periode itu, Toyota melaporkan telah memproduksi total 6.416.715 unit, 20,8 persen lebih rendah dari periode sama 2019, dengan 4.017.362 unit di antaranya diproduksi dari April - September. Itu artinya bahwa dalam Januari-Maret mereka hanya memproduksi dalam kisaran 2 jutaan unit saja.

Dan, itu merupakan penurunan produksi pertama dalam lima tahun terakhir, sungguh menunjukkan bahwa begitu besar dampak pandemi corona ini. Beruntung pada September, terutama didorong oleh penjualan di AS dan China, dan penjualan global naik sekitar 2 persen tahun ke tahun.

Di AS, Toyota secara keseluruhan sedang menuju pemulihan, dan penjualan model merek Camry, RAV4, dan Lexus kuat, menghasilkan peningkatan 16 persen tahun ke tahun. Juga di China, Toyota menikmati kenaikan penjualan 25 persen dimotori model Corolla dan Levin.

Baca juga: Lexus LF-30 Concept, mobil listrik premium masa depan

Baca juga: Volkswagen batalkan penjualan sedan Passat di Eropa


2. Volkswagen

Karena pandemi COVID-19, pengiriman Grup Volkswagen turun 18,7 persen secara tahun ke tahun menjadi 6,5 juta kendaraan dalam sembilan bulan pertama 2020, dan menempatkannya di posisi kedua tergeser oleh Toyota dari urutan pertama.

Di pasar keseluruhan yang berkontraksi lebih cepat, Volkswagen mampu memperluas pangsa pasar mobil penumpang global sebesar 0,4 poin persen tahun-ke-tahun menjadi 13 persen.

Pemulihan pasar setelah penurunan tajam, terutama di awal kuartal kedua, berlanjut di kuartal ketiga, seperti yang diharapkan. Penggerak utama perkembangan ini adalah China, pasar tunggal terbesar Volkswagen, di mana pengiriman antara Juli dan September naik 3 persen dari periode tahun sebelumnya.
Kendaraan otonom Volkswagen yang diuji kemudi di Hamburg, Jerman, Maret 2019. (ANTARA/Volkswagen)


Secara global, jumlah kendaraan yang dikirim ke pelanggan pada kuartal ketiga kurang lebih sama dengan kuartal yang sama tahun 2019 (–1,1 persen). Pada bulan September, pengiriman global Grup melebihi level pada bulan yang sama pada tahun 2019 untuk pertama kalinya tahun ini (+3,3 persen).

Pemulihan pasar dan dampak tindakan penanggulangan yang dilakukan berdampak positif terhadap kinerja keuangan Grup Volkswagen di kuartal ketiga. Pendapatan penjualan antara Juli dan September mencapai 59,4 miliar euro (tahun lalu 61,4 miliar), turun hanya 3,4 persen.

3. Renault-Nissan-Mitsubishi Alliance

Meski sempat diguncang banyak isu, mulai dari penyelewengan keuangan oleh bos aliansi Carlos Ghosn hingga kabar perpecahan aliansi, grup otomotif gabungan Prancis-Jepang ini masih menunjukkan performa yang relatif kuat.

Pada sembilan bulan pertama 2020, di tengah hantaman pandemi corona terhadap industri, Renault-Nissan-Mitsubishi masih mencatatkan penjualan sekitar 5,52 juta kendaraan. Berbagai langkah efisiensi yang dijalankan Nissan lumayan efektif untuk mempertahankan keberlangsungannya setelah sepeninggal Ghosn.

Baca juga: VW Tiguan R sudah bisa dipesan, harga hampir Rp1 miliar

Dari penjualan sembilan bulan pertama 2020 itu, Nissan memberikan kontribusi 2.863.192 unit, Renault 2.063.358 unit, sedangkan Mitsubishi dalam kisaran 600-an ribu unit.
Nissan all-new Note dengan powertrain listrik e-Power yang dirilis di Jepang November 2020. (ANTARA/Nissan)


Nissan, yang menutup pabriknya dan memutuskan hengkang dari Indonesia sekitar Mei 2020, pada paruh pertama tahun fiskal 2020 yang berakhir 30 September lalu melaporkan pendapatan bersih konsolidasi 3,09 triliun yen dan rugi bersih 330 miliar yen.

Nissan berupaya untuk meningkatkan kualitas penjualan dengan berfokus pada penjualan eceran, menurunkan insentif dan meningkatkan pendapatan per unit, mengurangi tingkat persediaan antara Nissan dan diler, dan mengurangi biaya tetap dan mengoptimalkan biaya di seluruh operasi bisnis.

Di Indonesia, Nissan akan mengandalkan mitranya Mitsubishi dalam kerja sama produksi, khususnya untuk Livina yang secara spesifikasi dan desain nyaris sama persis Mitsubishi Xpander.

Bagaimanapun, Nissan bersama Renault dan Mitsubishi masih kuat secara performa penjualan, meskipun pabrikan ini termasuk yang paling terpukul dalam dua tahun terakhir, terlebih dalam masa pendemi corona.

4. General Motors

Di posisi ketiga ada General Motors (GM), di mana pabrikan Amerika Serikat yang membawahi merek Chevrolet, Buick, GMC, Cadilac, Holden, serta Baojun dan Wuling di China ini membukukan penjualan sembilan bulan pertama 2020 sebanyak 4.716.449 unit, turun 17 persen dibanding periode sama 2019.

Dari total penjualan itu, merek Chevrolet berkontribusi hingga 2,28 juta unit, kemudian Wuling 725.130 unit, GMC 424.215 unit, dan selebihnya adalah porsi untuk Buick, Holden, Baojun, dan Cadilac.
Mobil konsep Camaro eCOPO menawarkan visi balap drag dengan tenaga listrik dan paket baterai 800 volt pertama GM yang menggantikan mesin bensin. (ANTARA/GM)


Dengan kondisi pasar yang mulai pulih, merek Buick dan Cadillac menunjukkan kinerja kuat, dengan penjualan meningkat masing-masing 26 persen dan 28 persen pada kuartal ketiga 2020. Kendaraan listrik mini Wuling Hong Guang menjadi yang terlaris untuk model EV di China, dan Buick memulai penjualan SUV VELITE 7 all-electric dan VELITE 6 plug-in hybrid pada kuartal ketiga.

Dalam lima tahun ke depan, lebih dari 40 persen model baru GM di China nantinya merupakan kendaraan energi baru. Di Amerika Selatan, GM menjual hampir 123.000 kendaraan dan Chevrolet Onix adalah yang terlaris di wilayah tersebut.

5. Grup Hyundai

Di urutan kelima, ada Grup Hyundai yang juga membawahi Kia, yang cukup konsisten mengikuti perkembangan pasar dengan cukup masif merilis model-model baru termasuk model listrik, di antaranya Hyundai IONIQ.

Baca juga: Mulai 2021, mobil listrik Hyundai gunakan teknologi E-GMP

Baca juga: Hyundai bocorkan nama SUV barunya mendatang


Grup Hyundai dalam sembilan bulan pertama 2020 mencatatkan penjualan global 4.468.342 unit, dengan porsi untuk Kia 1.864.137 unit, turun 10,3 persen dibanding periode sama 2019, sedangkan Hyundai 2.604.205 unit, terkoreksi 19,4 persen.

Kia dalam periode itu membukukan pendapatan 42,26 triliun won, naik 0,5 persen, laba operasi 784,8 miliar won dan laba bersih 526 miliar won.

Untuk mengatasi lingkungan bisnis yang merugikan akibat pandemi, perusahaan berencana untuk menjaga profitabilitas dan daya saing dengan model-model baru perintis, sambil mengoptimalkan kapasitas produksi untuk mengatasi pemulihan permintaan pasar.
Hyundai bergabung ke dalam IONITY, perusahaan patungan beberapa pabrikan otomotif yang didedikasikan untuk pengembangan infrastruktur pengisian daya baterai mobil listrik di Eropa. (ANTARA/Hyundai)


Lebih lanjut, Kia akan melanjutkan upaya manajemen risikonya untuk meminimalkan dampak COVID-19 terhadap bisnis dan pelanggannya. Perusahaan menerapkan berbagai skema untuk mendukung pelanggan, seperti meluncurkan model baru secara online.

Terlepas dari lingkungan bisnis yang sulit, Kia akan terus fokus untuk mewujudkan strategi 'Plan S'. Di bawah Plan S, perusahaan bertujuan untuk secara proaktif memperkenalkan 11 kendaraan listrik baterai dan meningkatkan margin keuntungan operasinya menjadi 6 persen pada tahun 2025.

Sementara Hyundai mengatakan akan terus mengelola risiko secara proaktif dan meminimalkan dampak bisnis COVID-19. Perusahaan telah menerapkan berbagai langkah untuk menjaga pelanggannya, seperti memperpanjang masa garansi, dan meluncurkan model baru secara online. Pada September, Hyundai meluncurkan 'Channel Hyundai', sebuah aplikasi interaktif untuk konsumennya berbelanja mobil dengan cara baru di era COVID-19.

Dengan membandingkan kinerja penjualan selama sembilan bulan pertama 2020, setidaknya tergambar peta persaingan utama dalam industri otomotif setahun terakhir tatkala pandemi corona menimbulkan gangguan besar pada industri ini. Tidak menutup kemungkinan peta hingga akhir tahun ini akan berubah, meskipun hanya sedikit karena kemajuan besar yang mungkin dicapai pabrikan tertentu di tengah mulai pulihnya pasar.

Tapi setidaknya, bencana dunia pandemi COVID-19 memberikan pelajaran kepada pelaku industri otomotif dunia bahwa ekspansi besar harus tetap memperhitungkan faktor tak terduga dan di luar kendali para ahli analis bisnis mana pun--seperti pandemi--, kalau tidak ingin terjebak dalam kerugian besar karena mandegnya return of investment dan perlu bertahun-tahun untuk bangkit.

Baca juga: IIMS Motobike Hybrid diharapkan bantu pemulihan industri otomotif

Baca juga: PSA tingkatkan persatuan untuk hadapi industri otomotif masa depan

Baca juga: Grup Astra kuasai ekspor kendaraan, 61 persen nasional