Jakarta (ANTARA) - Peneliti kebijakan publik Arif Hadiwinata menyarankan implementasi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Ciptaker perlu didukung Sumber Daya Manusia (SDM) birokrasi yang profesional.
“Kalau dilihat, tujuan UU Cipta Kerja adalah mendorong penciptaan lapangan kerja, mendukung kemudahan investasi dan berusaha. Kemudahan investasi dan berusaha ini perlu didukung dengan SDM birokrasi yang profesional,” ujar Arif dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Arif menegaskan, profesionalisme SDM perlu diterapkan baik oleh pemerintah maupun operator perizinan usaha.
Direktur Riset Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) tersebut juga menambahkan bahwa profesionalisme itu agar pelayanan perizinan usaha dapat dilaksanakan dengan prima dan agar efesien secara biaya dan waktu. Selain itu, pelayanan perizinan juga harus akuntabel dan transparan. Untuk itu, lanjut Arif, mengandaikan adanya reformasi birokrasi.
“Ekspektasi dari dihadirkannya UU Cipta Kerja itu, pemerintah tidak hanya mengupayakan penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya dengan investasi sebanyak-banyaknya, tapi juga adanya reformasi birokrasi yang mengiringinya,” katanya.
Reformasi birokrasi itu penting untuk menciptakan 3E (Efektivitas, Efesiensi dan Ekonomi) berbiaya rendah. Hal tersebut sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja.
“Efisiensi birokrasi dalam UU Cipta Kerja tercermin pada dua peran utama pemerintah pusat dan daerah dalam implementasi UU ini terkait sebagai fasilitator pemberian izin usaha. Yang pertama, memfasilitasi penerbitan izin berusaha dengan berbasis risiko; dan kedua, menyusun detil rencana tata ruang,” ujar Arif.
Terkait peran pertama, dia mengutip pasal 9 sampai dengan pasal 12 UU Cipta Kerja, yang mana pemerintah diamanatkan untuk melakukan penyederhanaan perizinan berusaha dengan menerbitkan izin berusaha dan sertifikat standar usaha berdasarkan resiko menengah dan tinggi.
Efisiensi birokrasi dalam UU Cipta Kerja juga terlihat dari pemangkasan pintu birokrasi dalam mengurus izin terkait usaha yang sebelumnya sangat panjang dan membutuhkan waktu bisa lebih dari dua tahun.
“Dalam UU Cipta Kerja ini peran pemerintah tidak dikurangi tapi lebih disederhanakan agar efisien sehingga tercapai tujuan dari UU Cipta Kerja itu,” kata Arif.
Menurut dia, efisiensi birokrasi juga mencirikan kondisi kebebasan ekonomi. Adapun kebebasan ekonomi memiliki korelasi positif pada kesejahteraan masyarakat.
“UU Cipta Kerja memiliki semangat mendukung kebebasan ekonomi karena menderegulasi aturan-aturan yang menghambat kegiatan ekonomi dan melakukan reformasi birokrasi yang lebih mencerminkan tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar peneliti kebijakan publik tersebut.
Baca juga: Wapres dorong partisipasi publik dalam Serap Aspirasi UU Ciptaker
Baca juga: UU Cipta Kerja diyakini bangkitkan iklim investasi di daerah
Pengamat: Implementasi UU Ciptaker perlu didukung SDM profesional
5 Desember 2020 08:24 WIB
Ilustrasi - Petugas melayani pengurusan perizinan usaha di ruang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Gedung BKPM, Jakarta. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020
Tags: