BKKBN tekankan korelasi kontrasepsi dan upaya wujudkan SDM unggul
3 Desember 2020 13:04 WIB
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo berbicara dalam sebuah acara webinar tentang penurunan angka stunting, Jakarta, Jumat (27/11/2020). (ANTARA/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan hubungan erat antara pemanfaatan alat atau obat kontrasepsi dan pengaruhnya terhadap upaya mewujudkan keluarga bahagia yang mampu membentuk SDM unggul.
"Alat atau obat kontrasepsi berkorelasi erat dengan kualitas sumber daya manusia unggul," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara puncak Hari Vasektomi Sedunia dan Hari Kesehatan Nasional 2020 yang dikutip ANTARA melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bahwa alat atau obat kontrasepsi berkaitan erat dengan upaya mewujudkan SDM unggul. Oleh karena itu, penurunan jumlah akseptor KB (Keluarga Berencana) harus diwaspadai dan diantisipasi, terutama di tengah pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini.
Hasto mengakui bahwa pandemi COVID-19 telah mempengaruhi capaian kesertaan masyarakat dalam program KB. Oleh karena itu, masalah yang ditemukan dalam layanan kontrasepsi di tengah pandemi menjadi perhatian khusus BKKBN karena KB, menurutnya, menjadi bagian penting dari upaya mewujudkan kesejahteraan keluarga.
Hasto mengatakan bahwa sejak awal Maret, April dan Mei 2020 terjadi penurunan signifikan peserta KB. Kondisi itu diduga terjadi karena masyarakat enggan untuk datang ke dokter/bidan praktik swasta, klinik hingga fasilitas kesehatan yang membuka layanan KB.
Sebaliknya, ada pula dokter yang mengurangi jumlah layanan atau tidak membuka praktik sementara waktu. Keadaan tersebut menyebabkan turunnya jumlah akseptor KB.
Hasto khawatir dengan situasi yang terjadi. Terlebih jika dikaitkan dengan kasus stunting yang saat ini masih tinggi hingga 27 persen. Padahal pada 2020 target pemerintah turun menjadi 14 persen.
"Antara spacing dan stunting sangat berkorelasi. Karena itu berikan jarak antarkelahiran, idealnya tiga tahun," ujar Hasto.
Ia mengatakan kesuksesan menjaga jarak kehamilan, memberikan ASI ekslusif dan kesuksesan dalam pengendalian kelahiran akan melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang maju.
Sementara itu, Hasto Wardoyo juga mengingatkan bahwa peluang terjadinya bonus demografi tidak berulang dua kali, walau secara teori bisa saja.
Untuk Indonesia, bonus demografi pertama akan diraih pada 2025 dengan angka ketergantungan 46. Artinya, 100 orang produktif menanggung 46 orang yang tidak produktif, di antaranya anak-anak dan lansia.
Baca juga: Wapres: Bonus demografi bisa jadi kunci Indonesia Emas 2045
"Kesempatan meraih sejahtera, menjadi kaya dan maju negara ini adalah saat ada peluang bonus demografi," kata Hasto.
Baca juga: BKKBN berupaya tekan angka putus pemakaian kontrasepsi
Untuk itu, ia mengingatkan masyarakat betapa pentingnya menciptakan generasi unggul di saat negara ini memasuki bonus demografi.
Baca juga: Kepala BKKBN tekankan ubah bonus demografi jadi bonus kesejahteraan
"Tahun 2035 window of opportunity itu akan lewat. Negara kita masuk aging population. Walau kita berharap ada bonus demografi tahap kedua, tapi kita tidak boleh terlalu optimistis," demikian kata Hasto Wardoyo.
"Alat atau obat kontrasepsi berkorelasi erat dengan kualitas sumber daya manusia unggul," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara puncak Hari Vasektomi Sedunia dan Hari Kesehatan Nasional 2020 yang dikutip ANTARA melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bahwa alat atau obat kontrasepsi berkaitan erat dengan upaya mewujudkan SDM unggul. Oleh karena itu, penurunan jumlah akseptor KB (Keluarga Berencana) harus diwaspadai dan diantisipasi, terutama di tengah pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini.
Hasto mengakui bahwa pandemi COVID-19 telah mempengaruhi capaian kesertaan masyarakat dalam program KB. Oleh karena itu, masalah yang ditemukan dalam layanan kontrasepsi di tengah pandemi menjadi perhatian khusus BKKBN karena KB, menurutnya, menjadi bagian penting dari upaya mewujudkan kesejahteraan keluarga.
Hasto mengatakan bahwa sejak awal Maret, April dan Mei 2020 terjadi penurunan signifikan peserta KB. Kondisi itu diduga terjadi karena masyarakat enggan untuk datang ke dokter/bidan praktik swasta, klinik hingga fasilitas kesehatan yang membuka layanan KB.
Sebaliknya, ada pula dokter yang mengurangi jumlah layanan atau tidak membuka praktik sementara waktu. Keadaan tersebut menyebabkan turunnya jumlah akseptor KB.
Hasto khawatir dengan situasi yang terjadi. Terlebih jika dikaitkan dengan kasus stunting yang saat ini masih tinggi hingga 27 persen. Padahal pada 2020 target pemerintah turun menjadi 14 persen.
"Antara spacing dan stunting sangat berkorelasi. Karena itu berikan jarak antarkelahiran, idealnya tiga tahun," ujar Hasto.
Ia mengatakan kesuksesan menjaga jarak kehamilan, memberikan ASI ekslusif dan kesuksesan dalam pengendalian kelahiran akan melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang maju.
Sementara itu, Hasto Wardoyo juga mengingatkan bahwa peluang terjadinya bonus demografi tidak berulang dua kali, walau secara teori bisa saja.
Untuk Indonesia, bonus demografi pertama akan diraih pada 2025 dengan angka ketergantungan 46. Artinya, 100 orang produktif menanggung 46 orang yang tidak produktif, di antaranya anak-anak dan lansia.
Baca juga: Wapres: Bonus demografi bisa jadi kunci Indonesia Emas 2045
"Kesempatan meraih sejahtera, menjadi kaya dan maju negara ini adalah saat ada peluang bonus demografi," kata Hasto.
Baca juga: BKKBN berupaya tekan angka putus pemakaian kontrasepsi
Untuk itu, ia mengingatkan masyarakat betapa pentingnya menciptakan generasi unggul di saat negara ini memasuki bonus demografi.
Baca juga: Kepala BKKBN tekankan ubah bonus demografi jadi bonus kesejahteraan
"Tahun 2035 window of opportunity itu akan lewat. Negara kita masuk aging population. Walau kita berharap ada bonus demografi tahap kedua, tapi kita tidak boleh terlalu optimistis," demikian kata Hasto Wardoyo.
Pewarta: Katriana
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: