Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menginginkan adanya pembatasan ekspor produk nikel setengah jadi, mengingat nikel sangat berpotensi untuk menjadi komoditas unggulan sebagai bahan baku industri baterai kendaraan listrik yang sedang dikembangkan di Indonesia.

"Pemerintah perlu membatasi ekspor produk nikel setengah jadi karena produk setengah jadi ini nilai tambahnya tidak seberapa," kata Mulyanto dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.

Nikel berpotensi menjadi komoditas unggulan maka pemerintah diminta fokus dalam menyiapkan aturan tata kelola mineral ini dari hulu hingga hilir secara maksimal.

Mulyanto memperkirakan seiring berkembangnya industri baterai kendaraan listrik, nikel akan menjadi primadona dan sumber pertumbuhan ekonomi ke depan.

Saat ini industri baterai listrik untuk keperluan industri otomotif ramah lingkungan sedang naik daun. Nikel sebagai bahan utama produksi baterai listrik tentu menjadi kebutuhan utama penunjang industri yang akan terus berkembang tersebut.

Untuk itu, Mulyanto mengingatkan bahwa sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar, maka Indonesia harus dapat mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari kondisi ini.

"Di sinilah peran penting lembaga riset dan inovasi kita serta Kementerian ESDM untuk memikirkan jalan, bukan sekedar hilirisasi setengah hati, dengan menghasilkan produk setengah jadi dengan nilai tambah sedikit, namun mengembangkan hilirisasi penuh memproduksi barang jadi dengan nilai tambah tinggi, produk teknologi berbasis nikel," tegasnya.

Ke depannya dapat dipertimbangkan mengenai larangan ekspor bahan baku setengah jadi bila industri baterai dan industri hilir berbasis nikel sudah tumbuh di negeri ini.

Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara dengan cadangan bijih nikel terbesar di dunia dengan sekitar 32,7 persen cadangan nikel dunia ada di Tanah Air.

Setelah Indonesia, Australia berada di urutan kedua dengan memiliki 21,5 persen cadangan nikel dunia. Kemudian Brazil dengan cadangan bijih nikel 12,4 persen.

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel dengan kadar 1,7 persen. Kebijakan ini mulai diberlakukan per Januari 2019.

Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai produsen nikel terbesar dunia. Pada tahun lalu, produksi nikel dunia mencapai 2,6 juta ton, sementara produksi nikel Indonesia mencapai sebesar 800 ribu ton. Sementara di posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Filipina dan Rusia dengan produksi masing-masing 420 ribu ton dan 270 ribu ton.

Baca juga: Erick Thohir: Kebijakan hilirisasi minerba tepat, investor siap masuk
Baca juga: Luhut: Hilirisasi nikel jadikan Indonesia pemain utama baterai lithium
Baca juga: Erwin Aksa sebut bisnis nikel sedang tren di Indonesia Timur