Pemerintah diharapkan cepat respons komitmen investasi asing
Ilustrasi: Presiden Joko Widodo didampingi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (kelima kiri), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (ketiga kanan), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (keempat kiri) berbincang saat peninjauan Kawasan Industri Terpadu Batang dan Relokasi Investasi Asing ke Indonesia di Kedawung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (30/6/2020). Dalam kunjungan tersebut, Presiden meninjau kesiapan pengembangan Kawasan Industri Terpadu Batang dengan luas lahan sekitar 4.000 hektare yang terintegrasi dengan jalan tol, stasiun, pelabuhan, dengan terdapat beberapa investor diantaranya dari negara Tiongkok, China, Jepang, Korea, Taiwan, dan Amerika dengan tujuan untuk membuka lapangan pekerjaan. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/pras.
Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai persaingan untuk menarik investor asing saat ini semakin ketat sehingga kecepatan dalam merespons komitmen investasi yang sudah ada menjadi krusial. Selain itu insentif juga diperlukan untuk memuluskan jalan investasi masuk ke Indonesia.
"Kompetisi antar negara dalam memperebutkan investasi makin ketat. Jika ada negara memberikan insentif pajak lebih besar, wajar jika investor lebih memilih berinvestasi di negara tersebut," ujar Tauhid dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Baca juga: BKPM: Daerah berperan tingkatkan kemudahan berusaha di Indonesia
Komitmen investasi dari investor asing terus mengalir ke Indonesia bahkan sejak sebelum pandemi. Terlebih, lanjut dia, sejak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja disahkan, rencana investasi di Indonesia semakin marak.
Pada November ini misalnya dua perusahaan asal Belanda berencana berinvestasi di Indonesia. Perusahaan susu asal Belanda FrieslandCampina akan berinvestasi sebesar Rp4 triliun mulai 2021, sementara produsen pipa global Wavin BV akan berinvestasi senilai Rp1,7 triliun.
Kemudian Uni Emirat Arab misalnya, kata dia, berencana menyiapkan dana jumbo sebesar 22,8 miliar dolar AS untuk berinvestasi di Indonesia. Sedangkan Amerika Serikat disebut-sebut akan menambah kucuran investasi ke Indonesia hingga miliaran dolar AS.
Baca juga: Luhut akui Indonesia negara paling kompleks untuk berbisnis
Adapun kendala yang dihadapi investor selama ini antara lain perizinan yang lama dan panjang, sulitnya pembebasan lahan, tenaga kerja yang produktivitasnya rendah, dan rumitnya peraturan tenaga kerja, katanya.
Hal-hal tersebut membuat mahalnya investasi di Indonesia yang tercermin dari Rasio modal tambahan atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang tinggi, yaitu di 6,8 atau bisa dibilang tidak efisien, dibandingkan negara tetangga seperti Filipina yang memiliki ICOR 3,6, Vietnam 4,1, India 4,2, Malaysia 5, dan Thailand sebesar 6,5.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah saat ini sibuk menyiapkan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden. Dengan begitu, investor baik investor baru maupun yang telah berkomitmen bisa segera merealisasikan investasi di Indonesia.
Baca juga: BKPM eksekusi Rp474,9 triliun investasi mangkrak
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020