Jakarta (ANTARA) - Dalam diskusi hangat pada suatu sore September lalu, obrolan dibuka dengan sebuah pernyataan bahwa jika ingin menjadi orang nomor satu di PB PBSI maka dia harus punya setidaknya dua hal; waktu dan kecintaan terhadap bulu tangkis.

Dua hal itu dianggap belum diberikan secara maksimal di era kepemimpinan Wiranto (2016-2020). Dan ketua umum terpilih saat ini, Agung Firman Sampurna, yang juga menjabat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diharapkan dapat membenahi masalah tersebut.

Agung Firman Sampurna menang secara aklamasi sebagai Ketua Umum PB PBSI masa bakti 2020-2024 pada Musyawarah Nasional di Tangerang 5-6 November 2020.

Sebetulnya Agung tidak sendirian. Ada satu bakal calon lainnya, yaitu Ketua Pengprov PBSI Banten Ari Wibowo yang juga maju dalam pencalonan pemilihan ketua umum PBSI. Namun ia tidak lolos verifikasi tim penjaringan karena tak cukup mendapat jumlah dukungan suara.

Proses pemilihan ketua umum PBSI yang berakhir secara aklamasi sebetulnya bukan narasi baru. Skenario serupa pernah terjadi di munas sebelumnya, di antaranya pada munas 2004 yang mempertemukan Sutiyoso dan Dahlan Iskan.

Pada saat itu, Sutiyoso menang karena lawannya, Dahlan Iskan, memilih berhenti sebelum pertarungan usai— sebuah cerita yang kembali terulang pada pemilihan Ketua Umum PB PBSI 2016.

Ada dua bakal calon saat itu, yakni sang petahana Gita Wirjawan dan Wiranto yang kala itu masih menjabat Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).

Wiranto berhasil meraih total 18 dukungan suara pengprov. Sementara Gita, yang mendapat 16 suara, memilih mengundurkan diri sebelum pertarungan berakhir.

Baca juga: Agung Firman jadi calon tunggal Ketua Umum PBSI

Meski banyak yang menang tanpa harus bertarung, semoga saja cerita-cerita kemenangan aklamasi itu tak membuat para ketua terpilih menjadi bertindak semaunya. Mereka perlu tahu bahwa menjadi ketua umum PBSI tak semudah yang dibayangkan.

Dan sesibuk apapun nanti Agung Firman Sampurna, kealpaan Wiranto itu tak semestinya terulang. Ia harus membenahi komunikasi dengan pengurus, bersedia mencurahkan waktu dan segala kemampuannya untuk mengurus bulu tangkis seperti yang sangat diharapkan penghuni Pelatnas Cipayung.

Demikian juga yang dititahkan Wiranto kepada para pengurus dulu; bahwa setiap orang yang tergabung di dalam tubuh PBSI harus tahu dan mencintai bulu tangkis. “Jangan cuma iseng!” katanya.

Akan tetapi, ia tampaknya terlalu sibuk dengan jabatan birokratnya. Sesuai janji ketika pertama kali diangkat sebagai ketum, Wiranto mengatakan ia akan mengadakan rapat pleno bersama pengurus sebulan sekali.

Jangankan rapat pleno dengan jajaran pengurus. Bertemu dengan sekretaris jenderal saja susahnya setengah mati, demikian pengakuan Ketua Umum Pengprov Jawa Timur Oei Wijanarko Adi Mulya.

Kendati begitu, rapor prestasi bulu tangkis Indonesia di bawah kepemimpinan Wiranto sebetulnya tidak buruk-buruk amat, tetapi di satu sisi juga tidak begitu memuaskan.

Baca juga: Agung Firman pimpin PBSI, targetkan bawa pulang Thomas-Uber

Menurut pengamat sekaligus komentator bulu tangkis Broto Happy W, selama kepemimpinan Wiranto setidaknya ada 161 gelar yang berhasil diraih tim nasional bulu tangkis Indonesia di berbagai event internasional.

Gelar tersebut termasuk gelar juara dunia lewat Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di Kejuaraan Dunia 2017 di Glasgow dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di Kejuaraan Dunia 2019 di Basel. Sedangkan di pentas All England ada Kevin Sanjaya/Marcus Gideon pada 2018, Hendra/Ahsan pada 2019, dan Praveen Jordan/Melati Daeva pada 2020.

Selain itu, meski gagal menjadi juara umum di rumah sendiri, setidaknya bulu tangkis Indonesia masih mampu menyumbang medali emas di Asian Games 2018 lewat Jonatan Cristie di nomor tunggal serta Kevin/Marcus di sektor ganda putra.

Akan tetapi, untuk kejuaraan beregu, Indonesia masih dikangkangi China dan Jepang. Piala Sudirman serta Piala Thomas dan Uber belum bisa lagi kembali Tanah Air. Pelipur laranya hanya prestasi di Kejuaraan Beregu Asia dan Piala Suhandinata di Kejuaraan Dunia Junior 2019.

Pembinaan daerah

Secara prestasi tak begitu mentereng, demikian juga dengan kebijakan organisasi. Tak pernah terdengar ada reformasi atau terobosan yang signifikan di era Wiranto.

Kebijakan yang dijanjikannya dulu soal program desentralisasi dan menyebarkan bulu tangkis hingga ke pelosok daerah pun tak pernah terealisasi. Satu-satunya kebijakan yang berpengaruh adalah pembasmian pencurian umur. Banyak atlet yang ketahuan mencuri umur dan dikenai sanksi di era kepemimpinan dia.

Komitmen pembinaan di daerah yang belum dijalankan Wiranto itu harus dipenuhi oleh ketua umum PBSI ke depannya. Hal itu lah yang juga diharapkan oleh para mantan atlet serta pengurus provinsi. Pembinaan atlet di daerah dengan di kota-kota besar harus sama rata.

“Desentralisasi pembinaan di daerah, khususnya di luar Jawa, baik berbentuk pusdiklat bulu tangkis atau pelatwil harus dibentuk dan dibiayai oleh PB PBSI secara mandiri,” kata legenda bulu tangkis Taufik Hidayat.

Baca juga: Susun kepengurusan jadi tugas perdana Agung sebagai Ketum PBSI

Hal senada juga disampaikan oleh peraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996 Ricky Subagja. Ricky berpesan agar PBSI tak semata-mata hanya memikirkan pembinaan bulu tangkis di pusat kota saja. Menurutnya, pembinaan dan fasilitas di daerah harus diperhatikan agar prestasi bulu tangkis di Indonesia kembali menyala. Dan Agung merupakan sosok yang dinilai dapat mewujudkan cita-cita yang diidamkan sejak lama itu.

“Saya kira sangat tepat, karena di samping beliau sebagai Ketua BPK dan ia juga mencintai bulu tangkis. Saya harap beliau dapat menarik sponsor-sponsor lain untuk terus mendukung atlet daerah agar bisa berprestasi,” ucap Ricky.

Pengurus daerah pun berpandangan serupa bahwa untuk melakukan pembinaan di daerah dibutuhkan sosok yang bisa membuat PBSI mandiri sehingga bisa melahirkan bibit-bibit unggul lebih banyak lagi. Mereka berharap Agung lebih memperhatikan nasib pembinaan di daerah khususnya di luar Pulau Jawa.

"Juga perlunya mencari sponsor yang bisa membesarkan kegiatan bulutangkis di wilayah republik Indonesia sampai ke daerah-daerah guna mencapai prestasi secara maksimal. PBSI harus bisa mandiri secara nasional maupun regional," ujar Ketua Umum Pengprov PBSI Bengkulu Suharto.

“Saya yakin Agung akan memerhatikan kami yang ada di daerah dan akan sering turun ke daerah-daerah untuk melihat langsung fasilitas dan perkembangan atlet,” kata Ketua Umum Pengprov PBSI Lampung Abdullah Fadri Aulia.

Waktu

Kebijakan organisasi adalah satu hal, tetapi waktu luang menjadi hal lain yang penting yang tak boleh alpa dari perhatian seorang pemimpin.

Selama PBSI diketuai Wiranto, sulit sekali dia meluangkan waktu mendatangi para atlet di Pelatnas Cipayung. Kunjungan dia ke Pelatnas pun bisa terhitung jari.

Menurut Broto, hubungan antara atlet dan ketua umum sebetulnya berjalan sangat baik ketika era Gita Wirjawan dulu. Ia dikenal akrab dengan para pemain karena rutin datang ke pelatnas atau justru dia yang mengundang mereka ke kantornya.

Keakrabaan antara ketua dan penghuni pelatnas itu diharapkan dapat kembali terbangun bersama Agung Firman Sampurna. Ia harus lebih sering turun ke lapangan sehingga bisa lebih tahu apa yang dibutuhkan. Tak peduli meski dia disibukkan tugas-tugasnya sebagai Kepala BPK.

Kepala Pelatih Ganda Putra Herry Iman Pierngadi mengatakan harapannya agar Agung bisa membagi waktunya bersama para atlet.

"Semoga prestasi kita semakin baik, saya juga berharap bapak bisa membagi waktu sama atlet-atlet di pelatnas," tutur Herry.

Baca juga: Kunjungi Pelatnas Cipayung, Ketum PBSI soroti penerangan lapangan

Prestasi tetaplah prioritas. Ia harus mampu mengembalikan supremasi kejayaan bulu tangkis Indonesia di pentas dunia. Tapi di saat yang sama, ia juga perlu menjalin hubungan baik dengan pengurus, atlet, dan klub.

Sekiranya tugas-tugas itulah yang sebetulnya masih menjadi PR dan perlu dituntaskan di masa-masa jabatan Agung Firman selaku Ketua Umum PBSI 2020-2024.

Tak hanya itu, meskipun Agung bukan datang dari kalangan pengusaha, ia tetap harus membuat PBSI berdikari, tidak bergantung terhadap bantuan pemerintah lagi.

PBSI adalah organisasi besar sehingga perlu dana yang lebih banyak daripada cabang olahraga lain. Sebab mereka harus mengirimkan atlet ke berbagai turnamen internasional yang rutin digelar di setiap bulannya.

Dengan jabatan Agung sebagai Ketua BPK RI, banyak pihak meyakini jika dia bisa menjadi sosok yang mampu menyelamatkan bulu tangkis nasional, baik secara finansial maupun kejayaan prestasi.

“Visi misi pak Agung sudah benar ke depan dia harus bisa merangkul dan melibatkan sebanyak mungkin dunia usaha untuk bulu tangkis Indonesia,” kata Broto Happy.

Dalam kunjungan keduanya ke Cipayung 19 November lalu, Agung memang menyampaikan komitmennya untuk menjalin komunikasi aktif dengan para atlet dan rutin mengunjungi pelatnas.

"Saya ingin kita semua berjuang bersama-sama, saya mau kenal satu-satu sama atlet. Jangan khawatir, saya akan luangkan waktu secara rutin datang ke pelatnas, bukan hanya mengemban mandat dari teman-teman pengurus provinsi PBSI di seluruh Indonesia, tetapi juga dari atlet dan pelatih yang sudah berkontribusi untuk bulu tangkis Indonesia," ujar Agung.

Tak terasa waktu pun sudah semakin larut. Diskusi hangat itu ditutup dengan penuh harapan; siapa pun ketuanya nanti, semoga dia bisa membenahi hal-hal yang belum selesai di dalam tubuh PBSI.

Dan kita hanya perlu menanti apakah janji-janji Agung Firman Sampurna terealisasi atau justru malah terabaikan sampai nanti?