Pangkalpinang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengembangkan budi daya tanaman gaharu, guna meningkatkan nilai ekspor dan perekonomian masyarakat di tengah pendemi COVID-19.

"Kami berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat mengakui produk gaharu yang dibudidayakan ini, agar saat ekspor nanti dapat lebih bersaing dengan gaharu alam," kata Gubernur Kepulauan Babel Erzaldi Rosman Djohan saat webinar bincang seru "Sejuta Manfaat Mikroorganisme bagi Hutan dan Lingkungan" di Pangkalpinang, Babel, Senin.

Baca juga: Rumah pembibitan pohon gaharu dibangun BPDASHL Cerucuk Babel

Ia mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara penghasil gaharu yang memiliki biodiversitas atau jenis-jenis pohon penghasil gaharu terbesar di dunia, yaitu kurang lebih 15 spesies gaharu.

Namun demikian, saat ini komoditas gaharu di Indonesia masih tergantung pada gaharu alam yang diyakini dapat merusak alam, karena diambil dari pohon-pohon yang masih sangat aktif dan apabila ini didiamkan akan sangat mengganggu kelestarian lingkungan.

"Kami bersama Forum Petani Gaharu Tanaman Rakyat Indonesia telah mengembangkan budi daya gaharu, sebagai bentuk inovasi dalam mengembangkan potensi gaharu di daerah ini," ujarnya.

Erzaldi yang juga sebagai Ketua Forum Petani Gaharu Tanaman Rakyat Indonesia berharap pemerintah mengakui komunitas gaharu budi daya ini dan mengeluarkan regulasi yang menguntungkan petani gaharu budi daya.

"Dalam pengembangan budi daya gaharu ini tentunya dibutuhkan sinergi dari semua pihak terkait ilmu pengetahuan dan teknologi pengembangannya, karena dengan sinergisitas pemda, pemkab, para petani budi daya gaharu, termasuk para peneliti tentu akan dapat memberikan kontribusi yang sangat nyata bagi masyarakat dan menghargai kelestarian alam," katanya.

Kepala Puslitbang dan Inovasi Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kirsfianti L Ginoga mengatakan hutan di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dimulai dari ekosistem, vegetasi, dan fauna lainnya tidak terlepas dari asosiasi yang kuat dan erat, yang menopang aliran dan siklus mikroorganisme di lantai-lantai hutan.

"Mikroorganisme ini menunjang vegetasi hutan yang menghasilkan simbiosis mutualisme, termasuk nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan sebagai bahan baku pabrik yaitu sumber bahan baku obat, pupuk hayati, energi terbarukan, kosmetik, pangan, sumber daya genetik, dan bahkan nilai-nilai jasa lingkungan berupa mitigasi dalam perubahan iklim," katanya.

Baca juga: Dubes Rumania bantu pasarkan lada putih dan gaharu di Eropa