Jakarta (ANTARA News) - Orang yang bekerja 10 atau 11 jam per hari mungkin bisa menyebut diri pekerja keras, tapi sebenarnya dia menghadapi kemungkinan lebih besar untuk menderita gangguan jantung serius, termasuk serangan jantung, dibandingkan dengan mereka yang berhenti kerja setelah tujuh jam, demikian pernyataan beberapa peneliti.

Temuan itu, hasil studi selama 11 tahun atas 6.000 pegawai pemerintah Inggris, tak menyebutkan bukti pasti bahwa jam kerja yang lama mengakibatkan sakit jantung koroner tapi memang memperlihatkan kaitan nyata, yang dikatakan para ahli mungkin berpangkal dari stres.

Secara keseluruhan, terdapat 369 kasus kematian akibat sakit jantung, serangan jantung tak mematikan dan kejang jantung di kalangan kelompok studi yang berpusat di London tersebut. Sementara itu, resiko terjadinya peristiwa yang tak menguntungkan ialah 60 persen lebih tinggi bagi orang yang bekerja lembur selama tiga atau empat jam.

Bekerja lembur satu atau dua jam di luar tujuh-jam kerja normal per hari tak berkaitan dengan peningkatan resiko sakit jantung.

"Kelihatannya mungkin ada permulaan, jadi tak terlalu buruk jika anda bekerja satu jam atau lebih daripada biasanya," kata Dr. Marianna Virtanen, ahli epidemiologi di Finnish Institute of Occupational Health dan University College London.

Peristiwa gangguan jantung yang lebih tinggi di kalangan orang yang bekerja lembur tergantung atas sejumlah faktor resiko lain termasuk merokok, kelebihan berat tubuh atau memiliki kolesterol tinggi.

Namun Virtanen mengatakan pada Selasa (11/5) bahwa mungkin saja gaya hidup orang yang bekerja lebih lama dari biasa bertambah buruk dari waktu ke waktu, misalnya akibat makanan yang buruk atau peningkatan konsumsi alkohol.

Yang lebih mendasar lagi ialah jam kerja yang lama mungkin berkaitan dengan stres yang berkaitan dengan pekerjaan, yang mencampuri proses metabolis, serta "sickness presenteeism", yaitu orang tetap masuk kerja sekalipun ia sedang sakit.

Virtanen dan rekannya menerbitkan temuan mereka di European Heart Journal, terbitan paling akhir.

Ketika mengomentari studi tersebut, Gordon McInnes, profesor di farmakologi klinis di University of Glasgow`s Western Infirmary, mengatakan temuan itu mestinya dapat menyebarkan dampak bagi dokter yang sedang memeriksa resiko sakit jantung pasien mereka.

"Jika dampak itu benar-benar memiliki hubungan sebab-akibat, kepentingannya jauh lebih besar daripada yang diakui secara umum. Stres akibat kerja lembur mungkin memberi sumbangan pada proporsi penting sakit jantung dan pembuluh darah," kata McInnes, sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters.(C003/A038)