Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Care IPB mengungkapkan penggunaan benih hasil rekayasa genetika atau bioteknologi akan menurunkan biaya produksi yang selama ini dikeluarkan petani serta meningkatkan hasil pertanaman.

Dahri Tanjung dari Care IPB di Jakarta, Sabtu, mengatakan salah satu keunggulan benih bioteknologi yakni mengurangi penggunaan obat-obatan pembasmi hama yang selama ini berkontribusi hingga 53 persen terhadap biaya produksi budi daya pertanian.

Baca juga: Menteri PUPR ajak Kadin inovasi teknologi ketahanan pangan

Sementara itu, dari hasil penelitian terhadap budi daya kentang di sejumlah sentra produksi, seperti Karo, Dieng, dan Pangalengan, tambahnya, serangan hama penyakit telah menurunkan produksi hingga 90 persen.

"Selama ini, petani melakukan penyemprotan sebanyak 20-30 kali semprot per musim tanam sehingga biayanya sangat tinggi, di sisi lain benih yang digunakan bermutu rendah," ujarnya dalam webinar bertema "Potensi Bioteknologi Pertanian dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan
di Indonesia".

Menurut dia, potensi produktivitas kentang di Indonesia mencapai 30-35 ton per hektare, namun realisasi produksi kurang dari 20 ton per hektare sebagai dampak penggunaan benih bermutu rendah serta tingginya serangan hama dan terutama busuk daun.

"Dari hasil uji coba di lapangan, kentang hasil bioteknologi menunjukkan produktivitas tinggi dan tingkat ketahanan terhadap penyakit busuk daun juga tinggi," katanya.

Sementara itu, menurut Guru Besar IPB Prof Antonius Suwanto, di bidang pertanian, bioteknologi sudah cukup dikenal dari zaman dulu hingga sekarang.

Adapun manfaat bioteknologi dalam bidang pertanian di antaranya dapat digunakan untuk menciptakan varietas unggul, membantu proses pembibitan, dan mengatasi keterbatasan lahan selain dapat mengendalikan hama tanaman.

Direktur Pusat Regional Asia Tenggara untuk Biologi Tropis atau Seameo Biotrop Irdika Mansur menyebutkan pihaknya telah mengembangkan rekayasa genetika untuk mendapatkan bibit unggul sejumlah tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti kayu jati, jabon, sengon, chesnut, anubias, talas satoimo, gaharu, kayu putih, dan beberapa tanaman lokal langka.

"Bibit tanaman yang diproduksi oleh lab kultur jaringan memiliki tingkat kematian yang sangat rendah," katanya.

Senada, Dr Graham Brookes peneliti dari PG Economic Ltd mengungkapkan pada 2018, pendapat petani di negara berkembang meningkat 4,42 dolar AS untuk setiap dolar yang dikeluarkan bagi penggunaa benih tanaman rekayasa genetika.

Sedangkan petani di negara maju menerima tambahan pendapatan 3,24 dolar AS untuk setiap dolar tambahan yang diinvestasikan dalam benih tanaman RG.

Dari 1996 hingga 2018, keuntungan pendapatan bersih pertanian global adalah 225 miliar dolar AS, sama dengan peningkatan pendapatan rata-rata sebesar 96,7 dolar per hektare.

Menurut dia, teknologi tanaman RG telah meningkatkan hasil melalui perbaikan pengendalian hama dan gulma, misalnya, teknologi tanaman tahan serangga (IR) yang digunakan pada kapas dan jagung.

Antara 1996 hingga 2018, di antara semua pengguna teknologi ini, meningkatkan hasil panen rata-rata 16,5 persen untuk jagung IR dan 13,7 persen untuk kapas IR dibandingkan dengan produksi konvensional.

Petani yang menanam kedelai IR secara komersial di Amerika Selatan telah melihat peningkatan hasil rata-rata 9,4 persen sejak 2013.

Dr Rhodora Aldemita dari ISAAA (International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications) mengungkapkan sebanyak 70 negara telah mengadopsi tanaman biotek baik lewat budi daya maupun impor pada 2018.

Sebanyak dua puluh enam negara (21 negara berkembang dan 5 negara industri) telah menanam 191,7 juta hektare tanaman biotek atau bertambah 1,9 juta hektare dari 2017.

Baca juga: Mentan : lumbung pangan terapkan teknologi pertanian modern
Baca juga: Pengembangan ekonomi lokal membuat ketahanan pangan lebih tinggi