Palu (ANTARA) - Rabu, 4 November 2020, menjadi momen penting bagi para tenaga pendidik di Sulawesi Tengah, karena bisa bertatap muka langsung dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim.

Bertemu dan berdialog dengan para guru, menjadi satu agenda dalam kunjungan kerja Nadiem di Kota Palu selama dua hari.

Lewat kesempatan itu para tenaga pendidik, kepala sekolah menyampaikan masalah dan kendala yang dihadapinya, dalam menyelenggarakan pendidikan setelah gempa, tsunami dan likuefaksi 28 September 2018 silam, yang kemudian diikutkan dengan bencana non-alam pandemi COVID-19.

"Dalam proses belajar mengajar, kami di SMKN 8 masih menggunakan kelas darurat," ucap Wakil Kepala SMK Negeri 8 Palu, Tardi, saat berdialog dengan Menteri.

Ia menguraikan bahwa SMKN 8 Palu alami dampak paling parah dan menerima bantuan kelas darurat sebanyak enam unit dari Kemendikbud dan dari pihak swasta tiga unit. "Hingga saat ini proses belajar mengajar di kelas darurat masih berlangsung," katanya.

Dalam proses pemulihan SMKN 8 Palu mendapat bantuan pembangunan sarana dan infrastruktur sekolah dari United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Masterplan pembangunan sudah ada, UNDP sudah memasang. Hanya saja, kami belum mengetahui realisasinya kapan," ungkap dia.

Kepada Menteri Nadiem, Tardi juga mengutarakan bahwa di masa pandemi COVID-19, proses belajar mengajar dilakukan dengan dua metode, yakni online dan offline.

Selain Tardi, Ketua MKKS SMA Sulawesi Tengah Salim yang juga Kepala SMA Negeri 5 Palu menyampaikan kendala pembelajaran yang dihadapi oleh para guru dan kepala sekolah.

"Salah satunya keterbatasan sumber daya dalam melaksanakan proses pembelajaran menjadi masalah serius di Sulteng," ucapnya.

Karena itu, ia berharap ke depan ada program peningkatan sumber daya bagi pengajar dan tenaga kependidikan di masing-masing sekolah lewat kebijakan Menteri Nadiem.

Kendala lainnya, di tengah pandemi COVID-19 dengan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) melalui daring, urai Salim, ada dampak negatif terhadap penggunaan teknologi informasi lewat berbagai platform media oleh peserta didik. "Kita butuh ada standar penilaian asistensi dan kompetensi minimum, dalam rangka penilaian dan pembinaan kepribadian dan moral para peserta didik," ujarnya.

Ketua MKKS SMK Provinsi Sulteng Badaruddin menyampaikan kala pandemi COVID-19 salah satu yang menjadi tantangan adalah peserta didik kebanyakan tidak lagi ingin menyentuh atau membawa buku bacaan dan mata pelajaran.

"Dalam dana BOS ada pengadaan buku, sementara peserta didik tidak lagi tertarik dengan buku. Kami menyarankan agar buku diganti dengan ipad yang di dalamnya ada semua materi mata pelajaran yang diajarkan," tuturnya.

Menurut dia, pemberian ipad kepada siswa-siswi jauh lebih membangun semangat dan motivasi siswa untuk belajar ketimbang mengalokasikan anggaran yang besar untuk pengadaan buku, yang tidak lagi banyak disentuh oleh anak-anak seiring perkembangan informasi dan teknologi.

"Kalau mereka membawa ipad yang telah diinstal dengan berbagai materi pengayaan dan pembelajaran untuk pengembangan potensinya, siswa sebenarnya membawa perpustakaan ke sekolah. Karena itu, kami usulkan agar buku diganti dengan peralatan digital dan elektronik dalam rangka menunjang proses pembelajaran di masa kebencanaan," katanya.

Selain tiga sekolah itu, ada beberapa kepala sekolah dan guru dari swasta dan negeri yang menyampaikan saran dan masukan kepada Menteri, di antaranya terkait pembelajaran jarak jauh, penggunaan dana BOS, pengadaan alat informasi dan teknologi, guru ganda di SMK, guru di garis terdepan, serta pengadaan gawai untuk program digitalisasi sekolah.

Baca juga: Kemendikbud gencar sosialisasikan SKB empat menteri

Baca juga: Dua kado Nadiem Makarim untuk para guru


Respons Menteri

Menteri Nadiem menegaskan bahwa dirinya berkunjung ke Palu dalam rangka menggali masukan dan saran, yang kemudian menjadi bahan untuk ditindaklanjuti oleh kementerian yang dipimpinnya.

Dia menyatakan Kemendikbud akan mempercepat pemulihan pendidikan di Sulawesi Tengah, utamanya di daerah yang terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi, dan di seluruh daerah di provinsi itu berkaitan dengan adanya pandemi COVID-19.

Mendikbud berharap pembangunan sekolah oleh pemerintah bersama UNDP (Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa), berjalan dengan baik. "Semoga pembangunan oleh UNDP sukses. Tolong beritahukan saya, kalau ada apa-apa lagi yang bisa dilakukan Kemendikbud,” ujar Nadiem.

Didampingi Gubernur Longki, Menteri
mengatakan kerja keras pemerintah pusat dalam mewujudkan pendidikan yang baik tidak akan dapat berjalan tanpa gotong royong dari ujung tombak pendidikan, yaitu pemerintah daerah, kepala sekolah, dan para guru.

“Kementerian tidak punya kemampuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kalau guru-guru, jika kepala sekolahnya tidak bergerak duluan. Asal mengikuti prinsip dasar Merdeka Belajar dimana kepala sekolah diberikan kemerdekaan dan guru-gurunya juga diberikan kemerdekaan untuk memerdekakan murid-muridnya,” ujar Nadiem.

Dalam dialog itu, Nadiem menyatakan daerah yang dikategorikan sebagai zona hijau dan kuning dari penyebaran COVID-19 dapat melaksanakan pembelajaran langsung dengan metode tatap muka.

"Teman-teman kita di zona kuning dan hijau, banyak sekali tidak punya akses terhadap internet. Kemendikbud dan empat kementerian lain langsung mengambil sikap, daerah zona hijau dan kuning pandemi COVID boleh belajar tatap muka," ucap Nadiem.

Kebanyakan daerah yang terdampak COVID-19 yang merupakan daerah tertinggal dan terluar, namun masih dalam zona hijau dan kuning banyak yang memiliki keterbatasan, salah satunya tidak memiliki akses internet.

Sementara untuk di daerah yang berkategori sebagai zona oranye dan merah masih belum diperkenankan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung.

Kepada para guru dan kepala sekolah dan pemerintah di Sulawesi Tengah, Nadiem mengatakan bahwa model pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diterapkan pada dasarnya menjadi satu kebijakan yang tidak diinginkan oleh Kemendikbud itu sendiri.

"Tidak ada di pemerintah pusat yang menginginkan PJJ. Saya tidak menginginkan PJJ," ungkap Nadiem Makarim.

Namun hal itu diterapkan, karena jika tidak maka penyebaran COVID-19 akan semakin cepat dan sulit dikendalikan dan berdampak pada keselamatan dan kesehatan banyak orang.

Penutupan sekolah dengan melangsungkan metode pembelajaran jarak jauh menjadi suatu keterpaksaan karena pandemi COVID-19.

Nadiem menginginkan agar siswa-siswi segera bisa kembali mengikuti proses belajar mengajar di sekolah tatap muka langsung. Namun, hal itu hanya bagi daerah yang berzona hijau dan kuning.

Selain itu, untuk mendukung proses dan kelancaran pembelajaran jarak jauh, Kemendibud memfasilitasi paket data yang terdiri dari kuota belajar dan kuota umum yang masing-masing 30 gigabyte dan 5 gigabyte.

Kebijakan memfasilitasi kuota data internet, karena problem utama yakni masyarakat tidak mampu membeli paket data.

"Bukan soal tidak memiliki gadget, memang ada yang tidak memiliki, tetapi mayoritas punya dan persoalan utamanya yaitu tidak mampu membeli paket data," ujarnya.

Terkait siswa yang sulit mengikuti proses pembelajaran jarak jauh, Kemendikbud menerbitkan modul pembelajaran di masa pandemi COVID-19 bagi siswa SD dan PAUD, yang tidak perlu menggunakan akses internet, melainkan dilakukan oleh orang tuanya dan dibimbing oleh guru.

"Ini adalah modul-modul darurat yang kami keluarkan untuk mereka yang ada di pelosok-pelosok yang sangat sulit akses internet. Jadi mohon agar digunakan fasilitas yang telah ada," ucapnya.

Baca juga: Mendikbud: sekolah tatap muka harus keputusan bersama

Baca juga: Mendikbud: Semua guru honorer berpeluang jadi P3K pada 2021


Dana BOS

Di hadapan para guru dan kepala sekolah serta pemerintah daerah, Menteri menyatakan kepala sekolah berwenang mengatur peruntukkan dana bantuan operasional sekolah (BOS), sesuai dengan kebutuhan sekolah.

"Dana BOS 100 persen diskresinya kepala sekolah," ucap Nadiem saat berdialog di halaman SMKN 8 Palu.

Ada beberapa alasan yang mendasar, di antaranya agar sekolah bisa memenuhi kebutuhan setelah bencana alam dan di masa pandemi COVID-19.

Selain itu, Kemendikbud tidak mengetahui secara seksama kebutuhan setiap siswa di semua sekolah.

"Masa kita memberi pagu spesifik yang sama kepada para kepala sekolah, padahal sekolah di semua daerah dan wilayah menghadapi persoalan dan tantangan dan kebutuhan yang berbeda," lanjutnya.

Karena itu, sangat tidak rasional bila pagu spesifik dari dana BOS disamakan antara daerah satu dengan daerah lain, khususnya menyangkut dana BOS.

"Kami menggagas Merdeka Belajar, jjadi kepala sekolah merdeka dalam menentukan apa yang terbaik untuk siswa, guru dan sekolahnya," sebutnya.

Dia juga menegaskan bahwa tahun depan dana BOS tidak mengalami pengurangan, namun hitungannya mengalami perubahan.

Ia menjelaskan untuk sekolah kecil, yang jumlah siswanya kecil dan untuk sekolah yang di pelosok, dimana harga untuk memasukkan barang dan distribusi sangat tinggi, maka nilai BOS ditingkatkan.

"Jadi, dana BOS yang sebelumnya hanya menguntungkan sekolah-sekolah yang gede, di kota-kota sekarang tidak lagi seperti itu," ujarnya.

Ia menegaskan, perhitungan atau kalkulasi dana BOS untuk siswa di sekolah daerah tertinggal, terpencil atau 3T dan siswa yang ada di sekolah di kota, tidak boleh lagi disamakan.

"Kita harus perlu afirmasi, kita harus pro terhadap daerah-daerah yang paling membutuhkan," ujarnya.

Dengan begitu, dana BOS untuk sekolah kecil di daerah terpencil, tertinggal atau 3T ke depan mulai tahun 2021 akan meningkat.

Dengan demikian sekolah yang paling membutuhkan yang harus mendapatkan.*

Baca juga: P2G sebut Mendikbud masih punya banyak pekerjaan rumah terkait guru

Baca juga: Mendikbud dorong insan pendidikan jadikan pandemi laboratorium bersama

Mendikbud Nadiem Makarim melakukan kunjungan kerja ke Palu. Dalam kunjungannya ke SMKN 8 Palu, Nadiem didampingi Gubernur Sulteng dan pejabat Kemendikbud, Rabu. (ANTARA/Muhammad Hajiji)