Jakarta (ANTARA) - Kalangan pengusaha berharap memiliki kepala daerah yang berani melakukan perubahan dan memiliki sifat negarawan dalam memimpin masyarakat menuju kemajuan daerah.

CEO PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex Iwan Lukminto dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) secara daring dipantau di Jakarta, Kamis, mengatakan pemimpin yang mau melakukan perubahan, menghapuskan budaya negatif, dan negarawan yang mau mengayomi masyarakat sangat dibutuhkan untuk kemajuan suatu daerah.

"Kondisi yang kita harapkan intinya pemimpin yang dapat mengayomi masyarakat, memiliki wawasan nusantara yang mantap sehingga ketahanan nasional dapat terwujud," kata Iwan yang merupakan pemimpin perusahaan tekstil berbasis di Surakarta tersebut.

Baca juga: Mendagri: Pemimpin harus miliki niat tulus mengabdi ke rakyat

Menurut pandangannya, terdapat pokok permasalahan dalam kepemimpinan daerah sekarang ini seperti rendahnya jiwa nasionalisme, rendahnya kualitas pendidikan, dan adanya pembentukan kultur negatif yang dianggap benar.

"Seorang pemimpin sangat dituntut untuk berintegritas tinggi dan multi skill yang memahami berbagai bidang, khususnya teknologi komunikasi, bisa berkolaborasi, mengambil keputusan dengan cepat, berani mengubah kultur, dan meningkatkan ekonomi masyarakat," kata Iwan.

Iwan sebagai pemimpin perusahaan tekstil nasional tersebut mengharapkan pemimpin daerah yang dapat mengubah budaya buruk baik di masyarakat maupun pemerintahan. "Pemimpin harus berani mengubah hal-hal yang salah, budaya korupsi harus diubah," kata dia.

Dia mencontohkan pada kondisi pandemi COVID-19 seperti saat ini, pemimpin atau kepala daerah dituntut bisa mengambil kebijakan dengan cepat untuk menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakatnya, sekaligus kehidupan ekonomi warga.

Baca juga: Ridwan Kamil: Kehadiran pemimpin saat COVID-19 itu penting

Ia mengungkapkan, dampak pandemi COVID-19 yang juga merembet pada kondisi sosial ekonomi turut dirasakan oleh Sritex.

Iwan mengisahkan pada bulan Maret ketika kasus pertama COVID-19 diumumkan di Indonesia, perusahaannya tidak mendapatkan pemasukan karena tidak bisa ekspor maupun berjualan di dalam negeri.

Namun dia mengatakan perusahaannya mampu beradaptasi dengan cepat melalui produksi masker, yang tadinya perseroan berfokus di pakaian jadi. "Satu bulan kami membuat 50 juta masker, kita kirim, dan akhirnya kita bisa memiliki pemasok masker yang terbesar pada saat itu. Inilah suatu sikap kita harus dinamis," katanya.

Baca juga: Langkah tak populer dari pemimpin di era pandemik