"Hakikat instruksi itu bersifat mendorong, mengontrol, dan mempercepat suatu target program/kegiatan," kata Chazali Situmorang dalam rilisnya diterima di Jakarta, Rabu.
Apalagi, menurutnya, dasar pertimbangan instruksi menteri itu adalah arahan Presiden dalam rapat terbatas kabinet 16 November 2020.
"Yang menegaskan konsistensi kepatuhan prokes COVID-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat," kata dia.
Chazali Situmorang mengatakan selama pandemi COVID-19, Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan dua regulasi untuk kepala daerah, yaitu Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang percepatan penanganan COVID-19 di lingkungan pemda pada 14 Maret, dan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang penegakan prokes untuk pengendalian dan penyebaran COVID-19 pada 18 November 2020.
Baca juga: Tito terbitkan instruksi penegakan protokol kesehatan COVID-19
Ketua Presidium KAHMI Jaya Mohammad Taufik mengaku terkejut adanya instruksi Menteri Dalam Negeri yang bisa memberhentikan kepala daerah. Menurutnya, surat instruksi itu biasanya bersifat internal dan tidak bisa mengintervensi lembaga lain.
"Kita baca instruksi itu kok untuk pecat gubernur. Kita perlu diskusikan, supaya yang begini ini tidak terjadi di negara ini," kata dia.
Menurut Mohammad Taufik, terlalu sederhana jika kita memberhentikan kepala daerah lewat instruksi Mendagri.
"Apalagi, instruksi itu datang setelah gubernur dipanggil polda, baru keluar instruksi. Ini tidak bisa berlaku surut," katanya pula.
Baca juga: Memahami instruksi Mendagri tentang penegakan protokol kesehatan
Baca juga: Pimpinan daerah diingatkan patuhi instruksi Mendagri terkait COVID-19