Indonesia dorong penguatan kerja sama energi terbarukan dengan Swedia
25 November 2020 18:48 WIB
Menteri ESDM Arifin Tasrif berbicara dalam acara diskusi bertajuk ‘Transisi Energi dan Agenda 2030’, yang merupakan bagian dari rangkaian acara Pekan Kemitraan Keberlanjutan Indonesia dan Swedia’, pada Selasa (25/11/2020) sore. (ANTARA/Tangkapan layar - Aria Cindyara)
Jakarta (ANTARA) - Indonesia mendorong penguatan kerja sama pengembangan energi terbarukan dengan Swedia, terutama dalam pertukaran ilmu, pengalaman, dan teknologi canggih, sebagaimana dikatakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Arifin Tasrif.
Dalam acara diskusi bertajuk ‘Transisi Energi dan Agenda 2030’, yang merupakan bagian dari rangkaian acara Pekan Kemitraan Keberlanjutan Indonesia dan Swedia’, pada Selasa sore, Menteri ESDM menegaskan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca tanpa syarat sebesar 29 persen pada tahun 2030, dan 41 dengan skenario mitigasi bersyarat, sesuai dengan Kesepakatan Paris yang telah diratifikasi Indonesia.
“Indonesia juga berkomitmen untuk turut mengambil peran dalam upaya internasional untuk menahan peningkatan temperatur rata-rata global di bawah 2 derajat celsisus di atas level pre-industrial dan untuk berupaya membatasi peningkatan temperatur pada angka 1,5 derajat celsius di atas level pre-industrial,” ujar Arifin dalam acara tersebut.
Dia menjelaskan bahwa komitmen yang tercantum dalam tujuan jangka panjang Kesepakatan Paris itu sejalan dengan target nasional Indonesia untuk mengurangi angka emisi dengan meningkatkan porsi energi terbarukan, dalam bauran energi, sebesar 2 persen pada tahun 2025.
“Namun, untuk saat ini, porsi energi terbarukan baru mencapai 10,9 persen [...] angka ini masih jauh dari target yang telah kami tentukan,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Arifin mengatakan pihaknya perlu bekerja lebih keras dan memperkuat kerja sama dengan negara-negara mitra guna mengatasi tantangan-tantangan utama dalam mengembangkan energi terbarukan.
Tantangan utama tersebut termasuk skema pendanaan inovatif yang terbatas, kurangnya infrastruktur pendukung, dan biaya investasi yang tinggi untuk pengunaan teknologi baru dan terbarukan.
“Transisi energi bukanlah pekerjaan yang mudah, namun dengan dukungan Swedia, dengan ilmu dan pengalaman yang berharga, serta teknologi maju, kita dapat terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia, menuju masa depan dengan energi hijau,” tambahnya.
Selain kerja sama teknologi dan ilmu pengetahuan, dia juga menawarkan kesempatan investasi bagi pihak Swedia dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Menteri ESDM menjelaskan upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dalam negeri melalui sejumlah insentif, termasuk fasilitas bea cukai, tunjangan pajak, pembebasan pajak, dan tarif yang menarik bagi investor.
Adapun Menteri Energi dan Pengembangan Digital Swedia, Anders Ygeman, yang turut hadir dalam acara tersebut, mengatakan pihaknya akan terus melanjutkan kerja sama dengan Indonesia, terutama mengingat hubungan diplomatik kedua negara yang telah mencapai usia 70 tahun.
Menurut dia, sejak tahun 2017, kedua negara telah memiliki kesepakatan kerja sama dalam bidang energi terbarukan, dan di bawah tekanan pandemi global, kerja sama internasional semakin diperlukan.
“Kita akan melanjutkan kerja sama untuk memenuhi target iklim, baik nasional maupun internasional, seperti agenda 2030 dan kesepakatan Paris, guna mencapai pemulihan hijau,” ujarnya.
Baca juga: Indonesia raih penghargaan ASEAN Energy Awards 2020
Baca juga: Bappenas sebut pemanfaatan energi terbarukan dukung pariwisata Sulut
Dalam acara diskusi bertajuk ‘Transisi Energi dan Agenda 2030’, yang merupakan bagian dari rangkaian acara Pekan Kemitraan Keberlanjutan Indonesia dan Swedia’, pada Selasa sore, Menteri ESDM menegaskan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca tanpa syarat sebesar 29 persen pada tahun 2030, dan 41 dengan skenario mitigasi bersyarat, sesuai dengan Kesepakatan Paris yang telah diratifikasi Indonesia.
“Indonesia juga berkomitmen untuk turut mengambil peran dalam upaya internasional untuk menahan peningkatan temperatur rata-rata global di bawah 2 derajat celsisus di atas level pre-industrial dan untuk berupaya membatasi peningkatan temperatur pada angka 1,5 derajat celsius di atas level pre-industrial,” ujar Arifin dalam acara tersebut.
Dia menjelaskan bahwa komitmen yang tercantum dalam tujuan jangka panjang Kesepakatan Paris itu sejalan dengan target nasional Indonesia untuk mengurangi angka emisi dengan meningkatkan porsi energi terbarukan, dalam bauran energi, sebesar 2 persen pada tahun 2025.
“Namun, untuk saat ini, porsi energi terbarukan baru mencapai 10,9 persen [...] angka ini masih jauh dari target yang telah kami tentukan,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Arifin mengatakan pihaknya perlu bekerja lebih keras dan memperkuat kerja sama dengan negara-negara mitra guna mengatasi tantangan-tantangan utama dalam mengembangkan energi terbarukan.
Tantangan utama tersebut termasuk skema pendanaan inovatif yang terbatas, kurangnya infrastruktur pendukung, dan biaya investasi yang tinggi untuk pengunaan teknologi baru dan terbarukan.
“Transisi energi bukanlah pekerjaan yang mudah, namun dengan dukungan Swedia, dengan ilmu dan pengalaman yang berharga, serta teknologi maju, kita dapat terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia, menuju masa depan dengan energi hijau,” tambahnya.
Selain kerja sama teknologi dan ilmu pengetahuan, dia juga menawarkan kesempatan investasi bagi pihak Swedia dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Menteri ESDM menjelaskan upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dalam negeri melalui sejumlah insentif, termasuk fasilitas bea cukai, tunjangan pajak, pembebasan pajak, dan tarif yang menarik bagi investor.
Adapun Menteri Energi dan Pengembangan Digital Swedia, Anders Ygeman, yang turut hadir dalam acara tersebut, mengatakan pihaknya akan terus melanjutkan kerja sama dengan Indonesia, terutama mengingat hubungan diplomatik kedua negara yang telah mencapai usia 70 tahun.
Menurut dia, sejak tahun 2017, kedua negara telah memiliki kesepakatan kerja sama dalam bidang energi terbarukan, dan di bawah tekanan pandemi global, kerja sama internasional semakin diperlukan.
“Kita akan melanjutkan kerja sama untuk memenuhi target iklim, baik nasional maupun internasional, seperti agenda 2030 dan kesepakatan Paris, guna mencapai pemulihan hijau,” ujarnya.
Baca juga: Indonesia raih penghargaan ASEAN Energy Awards 2020
Baca juga: Bappenas sebut pemanfaatan energi terbarukan dukung pariwisata Sulut
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020
Tags: