Denpasar (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan pemenuhan hak psikososial terhadap 22 korban tindak pidana terorisme Bom Bali I dan II dan tindak pidana kekerasan seksual di Pulau Dewata.
"Kita memberikan pelatihan keterampilan tata rias dan kuliner sebagai wujud untuk memenuhi hak psikososial bagi para korban. Selain itu, memulihkan kondisi sosial ekonomi para korban dan kondisi psikologisnya sehingga korban atau keluarga korban tetap bisa bertahan," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo saat ditemui dalam kegiatan pelatihan pemberdayaan ekonomi korban melalui pembekalan keterampilan tata rias dan kuliner di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Rabu.

Baca juga: 39 korban terorisme Bom Bali I dan II segera terima kompensasi
Ia menjelaskan untuk tindak lanjut pelatihan ini berupa pemberian kompensasi bagi beberapa korban tindak pidana. Sehingga bisa dimanfaatkan sebagai modal usaha dari keterampilan yang mereka dapatkan ini.

Selanjutnya, jika memang masih memerlukan upaya pemulihan dalam bentuk lainnya, seperti rehabilitasi medis dan psikologis, kata dia akan diskusikan kembali dengan berbagai pihak agar para korban bisa terbantu.

"Bentuk psikososial itu kalau ada korban tindak kejahatan kebetulan korbannya itu kepala keluarga dan meninggal dunia, tentu terjadi guncangan ekonomi bagi keluarga korban ini. Untuk itu kita membantu memfasilitasi agar korban ini keluarga korban ini bisa tetap bertahan," katanya.

Ia mengatakan akan melakukan kerjasama secara berkelanjutan dengan pemerintah daerah setempat, dan mencarikan upaya ke kementerian dengan mencarikan upaya ke lembaga-lembaga untuk bisa membuat keluarga ini bisa bertahan.

Baca juga: LPSK tawarkan perlindungan kepada Nikita Mirzani
"Misalnya anaknya yang sudah dewasa diikutsertakan dalam Balai Latihan Kerja atau mendapatkan pelatihan semacam ini hingga ke depan bisa keluarga ini bisa bertahan atau mencarikan bantuan modal usaha," ucap Hasto.

Ia mengatakan LPSK melakukan pelatihan bagi para korban yang menjadi perlindungan dari LPSK berupa psikososial. Bentuk psikososial dijadikan sebagai upaya memulihkan kemampuan sosial ekonomi dari korban maupun keluarga korban agar tetap bertahan setelah mengalami tindak pidana luar biasa atau yang umum dan menjadi prioritas LPSK.

Selama 2019 -2020 tercatat, LPSK telah melayani 352 korban untuk psikososial dan korban dari Bali cukup banyak. Selain dari korban tindak pidana masa lalu Bom Bali I dan II, ada juga korban kekerasan seksual serta KDRT.

Baca juga: LPSK ungkap seribu korban bom belum dapat kompensasi