Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengharapkan kalangan anak-anak muda mampu berperan aktif dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada), terutama menjadi golongan pemilih rasional.

"Jadi, mereka memilih (pasangan calon) bukan karena saudara, bukan karena artis, atau bukan karena orang-orang yang membayar dia," kata anggota KPU RI Ilham Saputra di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut disampaikannya saat Peluncuran dan Diskusi Hasil Jajak Pendapat: Harapan dan Persepsi Anak Muda terhadap Pilkada 2020 yang berlangsung secara daring.

Pemilih-pemilih rasional semacam itu, kata dia, diharapkan lahir dari kalangan muda sehingga mereka bukan sekadar menggunakan hak pilihnya karena sudah berusia 17 tahun.

Menurut dia, KPU selama ini memang memberikan kesempatan bagi kalangan anak muda untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu dan pilkada dengan menjadikan mereka sebagai panitia penyelenggara.

"Mulai PPK (panitia pemilihan kecamatan), PPS (panitia pemungutan suara), KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) diutamakan range usia 20—25 tahun," katanya.

Baca juga: Pakar: Target partisipasi pemilih tinggi untuk kuatkan legitimasi

Ilham mendorong anak-anak muda sebagai agent of change agar mampu berpartisipasi aktif dalam mengawasi pemerintahan, termasuk penyelenggaraan pilkada.

"Lihat juga track record paslon apakah mereka pernah korupsi, pernah KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), atau tindak pidana lainnya?" ujarnya.

Mengenai situasi yang masih pandemi COVID-19, Ilham meminta masyarakat, terutama generasi muda, tidak perlu khawatir karena akan diterapkan protokol kesehatan secara ketat.

Sementara itu, Desma Murni dari Change.org menyebutkan bahwa data pada Pemilu 2019 tercatat ada 60 juta pemilih dalam rentang usia 17—30 tahun atau 31 persen dari total pemilih.

Artinya, kata Desma, pemilih usia muda tergolong besar sebagai kelompok yang bisa memengaruhi atau menentukan pemilih di daerahnya.

Baca juga: Tingkatkan partisipasi pemilih, KPU depok gelar debat tiga kali