Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengatakan penerapan disiplin protokol kesehatan Covid-19 dan promosi aman oleh pemerintah daerah (Pemda) dapat memulihkan kembali sektor pariwisata di daerah.

"Seluruh Pemda harus meyakinkan kepada calon pengunjung bahwa tempat (wisata) ini aman dengan menerapkan aturan protokoler dengan ketat,” ujar Wakil Ketua PHRI Semarang Benk Mintosih dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Benk optimistis, dengan melakukan upaya itu, tempat-tempat pariwisata bisa kembali hidup. Alasannya, karena masyarakat saat ini di satu sisi ingin sekali pergi berlibur setelah berbulan-bulan terpaksa tidak bisa ke mana-mana karena wabah. Tetapi di sisi lain, mereka takut akan tertular virus corona.

Kepercayaan akan rasa aman dari COVID-19, saat ini, menjadi faktor yang mutlak dimiliki setiap calon pengunjung tempat pariwisata. Kepercayaan itu, menurut Benk, harus dibangun melalui promosi oleh setiap Pemda.

“Seluruh dinas pemerintah harus berlaku (berperan) dua sisi sekaligus. Satu, setiap dinas harus menjadi dinas pariwisata. Kedua, setiap dinas harus jadi satgas covid,” kata Benk.

Pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terdampak oleh wabah Covid-19, sehingga membutuhkan penanganan khusus oleh Pemda untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata di masa pandemi ini.

Masing-masing Pemda harus menetapkan protokol kesehatan untuk tempat pariwisata dan mempromosikan kepada masyarakat atau calon pengunjung bahwa tempat pariwisata di wilayahnya aman.

Selama wabah, banyak pelaku usaha di sektor pariwisata yang babak belur terkena dampak. Untuk itu, PHRI menilai diperlukan stimulus berupa subsidi listrik dan pajak dari pemerintah bagi pelaku usaha di sektor pariwisata.

“Kalau usaha pariwisata itu paling besar pengeluarannya di listrik, kemudian pajak. Minimal harus ada stimulan berkelanjutan untuk itu,” kata Wakil Ketua PHRI Semarang tersebut.

Baca juga: PHRI dorong pelaku hotel restoran tetap optimistis meski pandemi

Baca juga: Pelaku pariwisata sepakat protokol kesehatan jadi "harga mati"