Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mulai membuka pelayanan visa elektronik (eVisa) bagi warga negara asing (WNA) tertentu yang menjadi subjek calling visa pada Senin (23/11).

Pelayanan itu sempat terhenti selama masa pandemi COVID-19.

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang, dalam pernyataan tertulis, Minggu, menjelaskan bahwa ujicoba pembukaan pelayanan telah dilakukan pada Jumat (20/11) yang lalu.

Baca juga: Agen wisata Pakistan sambut baik keputusan Indonesia cabut calling visa

Selanjutnya para penjamin orang asing dari negara subjek calling visa bisa mengajukan permohonan melalui situs www.visa-online.imigrasi.go.id.

"Ujicoba pelayanan telah kami lakukan sebelumnya dan Senin (23/11) nanti akan kami buka pelayanan eVisa bagi subjek calling visa untuk tujuan penyatuan keluarga, bisnis, investasi, dan bekerja, " ujar Arvin.

Arvin menambahkan, untuk tenaga kerja asing bisa mengunggah dokumen permohonan melalui situstka-online.kemnaker.go.id milik Kementerian Tenaga Kerja.

Alasan dibukanya kembali pelayanan calling visa ialah karena banyaknya tenaga ahli dan investor yang berasal dari negara-negara calling visa. Selain itu juga untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan para pasangan kawin campur.

Pemerintah telah menetapkan delapan negara calling visa, Arvin menjabarkan negara-negara tersebut yaitu:
1. Afghanistan
2. Guinea
3. Israel
4. Korea Utara
5. Kamerun
6. Liberia
7. Nigeria
8. Somalia

Baca juga: Ini modus pungli penerbitan visa di KBRI Kuala Lumpur

"Negara calling visa adalah negara yang kondisi atau keadaan negaranya dinilai mempunyai tingkat kerawanan tertentu ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara, dan aspek keimigrasian," ujar Arvin.

Arvin mengatakan bahwa proses pemeriksaan permohonan eVisa bagi warga negara subjek calling visa melibatkan tim penilai yang terdiri dari:
a. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
b. Kementerian Dalam Negeri;
c. Kementerian Luar Negeri;
d. Kementerian Tenaga Kerja
e. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f. Kejaksaan Agung;
g. Badan Intelijen Negara;
h. Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia; dan
i. Badan Narkotika Nasional.

"Tim itu akan mengadakan rapat koordinasi untuk menilai apakah seseorang layak atau tidak untuk diberikan visa, " kata Arvin menandaskan.

Baca juga: Imigrasi Jakpus luncurkan SISCA permudah warga lakukan pengaduan