Jakarta (ANTARA) - Tak hanya kesehatan fisik, Anda juga perlu menjaga mental tetap sehat selama pandemi COVID-19 dan salah satunya bisa dengan berjalan-jalan di alam sekitar Anda.

Sebuah studi dalam jurnal Ecological Applications menunjukkan, alam di sekitar rumah seseorang dapat membantunya mengurangi beberapa efek kesehatan mental negatif dari pandemi COVID-19.

Baca juga: Saat pandemi COVID-29, UI beri edukasi layanan kesehatan mental

Baca juga: Pakar UGM: Pandemi COVID-19 memunculkan persoalan kesehatan mental


Temuan ini didasarkan pada sebuah survei yang melibatkan 3.000 orang dewasa di Tokyo, Jepang. Peneliti mengamati hubungan antara depresi, kepuasan hidup, kebahagiaan subjektif, penghargaan diri dan kesepian dengan frekuensi penggunaan ruang hijau.

Mereka menemukan, pemanfaatan ruang hijau yang lebih sering termasuk melihat pemandangan hijau dari jendela rumah berhubungan dengan peningkatan tingkat penghargaan diri, kepuasan hidup, kebahagiaan subjektif, serta penurunan tingkat depresi dan kesepian.

"Alam sekitar bisa berfungsi sebagai penyangga untuk mengurangi dampak merugikan peristiwa yang sangat menegangkan pada manusia," kata penulis utama studi, Masashi Soga dari The University of Tokyo seperti dilansir dari Science Daily, Minggu.

Pakar kesehatan di Harvard Medical School, Jason Strauss menuturkan, berinteraksi dengan alam menawarkan manfaat terapeutik yang menenangkan, menurunkan tekanan darah dan kadar hormon stres kortisol baik itu dari aspek visual maupun suara.

"Pepohonan dan tanaman hijau membantu mengalihkan pikiran Anda dari pemikiran negatif, sehingga pikiran Anda tak dipenuhi dengan kekhawatiran," tutur dia dalam laman resmi Harvard Medical School.

Jika berjalan di alam tidak memungkinkan, mendengarkan suara alam punya efek yang serupa, menurut studi dalam Scientific Reports pada Maret 2017.

Peneliti menggunakan pemindai MRI untuk mengukur aktivitas otak pada orang saat mereka mendengarkan suara alam. Mereka menemukan, kegiatan ini punya proses yang sama seperti beristirahat.

Bahkan, melihat foto pemandangan alam, tempat favorit Anda, atau tempat yang ingin Anda kunjungi juga dapat membantu.

Lalu berapa lama sebaiknya berada di alam? Strauss merekomendasikan 20-30 menit setiap tiga hari dalam seminggu. Tetapi intinya, interaksi Anda dengan alam sebagai bagian dari gaya hidup normal Anda.

Waktu Anda bersama alam bisa sesederhana berjalan-jalan setiap hari di taman atau di jalan setapak yang masih banyak pepohonannya. Anda bisa juga sembari bersepeda. Tetapi ingatlah untuk menerapkan protokol kesehatan yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.

#satgascovid19

Baca juga: 40 Persen warga Korsel alami masalah kesehatan mental akibat COVID-19

Baca juga: Cara kurangi potensi lelah mental dokter selama pandemi COVID-19


Ilustrasi (Pixabay)


Piihan lain
Di sisi lain, psikolog klinis anak dan keluarga dari Tiga Generasi, Saskhya Aulia Prima juga menganjurkan Anda menerapkan perilaku "SABAR" yang merupakan akronim untuk sempatkan waktu bersama-sama orang tersayang, atur ekspektasi, berbuat baik pada diri sendiri, aplikasikan gaya hidup sehat dan rutinitas yang terjaga untuk menjaga mental di masa krisis ini.

Sementara itu, bagi mereka yang punya masalah kesehatan mental sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memahami perubahan selama masa pandemi mulai dari bekerja dari rumah (WFH), berkurangnya kontak dengan kerabat dan teman untuk beberapa waktu, ditambah adaptasi gaya hidup baru, bisa saja menyulitkan.

Baca juga: Psikolog minta masyarakat kelola kesehatan mental saat pandemi

Baca juga: Begini agar tidak stres hadapi kenormalan baru


Namun, ada banyak yang bisa dilakukan, salah satunya tetaplah terinformasi. Anda bisa mendengarkan saran dan rekomendasi dari pemerintah, saluran berita tepercaya termasuk informasi terbaru dari @WHO di media sosial.

Selain itu, lakukan rutinitas harian atau buat rutinitas baru misalnya bangun dan tidur pada waktu yang sama setiap hari, jaga kebersihan diri, konsumsi makanan sehat pada waktu yang teratur, rutin berolahraga, mengalokasikan waktu untuk bekerja dan waktu istirahat dan meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang Anda sukai.

Kontak sosial itu penting. Jika pergerakan Anda dibatasi, tetaplah berhubungan secara teratur dengan orang-orang yang dekat dengan Anda melalui telepon dan saluran online.

Hal lain yang perlu Anda perhatikan yakni waktu menatap layar gawai Anda. Aturlah berapa banyak waktu yang Anda habiskan di depan layar setiap hari dan pastikan Anda beristirahat secara teratur dari aktivitas di layar.

Meskipun gim video bisa menjadi cara untuk bersantai, Anda bisa tergoda untuk menghabiskan lebih banyak waktu memainkannya. Jadi, pastikan untuk menjaga keseimbangan dengan aktivitas off-line dalam rutinitas harian Anda.

Terkait media sosial, sebaiknya gunakan sarana ini untuk mempromosikan cerita positif dan harapan.

#ingatpesanibupakaimasker

Baca juga: Duta Unicef: Jaga kesehatan mental selama pandemi COVID-19

Baca juga: Psikolog bagikan cara beri dukungan sosial saat pandemi COVID-19


Ilustrasi (Pixabay)


Alasan mental bisa terganggu
Pakar kesehatan yang berfokus pada stres dan trauma di The Ohio State University Wexner Medical Center, Ken Yeager mengatakan ada beberapa faktor yang bisa mengganggu kesehatan mental di masa pandemi COVID-19.

Pada orang-orang berusia di atas 75 tahun misalnya, pandemi mewakili risiko nyata pada kesehatan mereka.

Kemudian, bagi mereka yang berusia 56-74 tahun, masalahnya lebih pada apakah mereka bisa pensiun dengan tenang, mengingat terjadinya resesi beberapa waktu terakhir.

"Milenial dan Gen X sedang melihat kembali ke resesi terakhir dan bertanya apakah akan mampu bertahan dari penurunan ekonomi yang mengarah ke depresi dan ketidakpastian ini," tutur Yeager seperti dilansir Healthline.

Sementara itu, para remaja dan berusia lebih muda cenderung merasa cemas karena mereka melihat masa depan yang tidak pasti, termasuk fenomena banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan.

"Banyak yang kehilangan pekerjaan. Tidak diragukan lagi gangguan pandemi menyebar luas. Pendidikan, hubungan, pekerjaan, keuangan, liburan dan keadaan normal semuanya telah ditantang," kata Yeager.

Hal senada juga diungkapkan profesor psikitari epidemiologi di Harvard T.H. Chan School of Public Health, Karestan Koenen. Menurut dia, kehilangan pekerjaan dapat menyebabkan stresor yang meracuni kesehatan mental, misalnya karena tidak bisa memastikan keamanan stok makanan dan ketidakmampuan untuk membayar tagihan mereka.

"Hilangnya pekerjaan berarti hilang juga pendapatan yang bisa berujung hilangnya hubungan sosial. Anda kehilangan identitas apa pun yang terkait dengan pekerjaan Anda," kata dia seperti dilansir Business Insider.

Sama seperti pakar kesehatan lain, Koenen juga menyarankan Anda melakukan hal positif untuk membantu kesehatan mental Anda, misalnya seperti berjalan-jalan atau bermeditasi.

Asisten profesor psikiatri di Washington University, Jessica Gold merekomendasikan Anda berolahraga, melakukan latihan pernapasan atau apa pun yang bisa Anda lakukan untuk bersantai meskipun hanya sesaat.

"Anda benar-benar perlu mencari tahu apa yang menenangkan," tutur dia.

#jagajarak
#pakaimasker

Baca juga: Ahli: Kesehatan mental harus menjadi prioritas saat pandemi COVID-19

Baca juga: Psikolog tekankan pentingnya jaga kesehatan mental saat PSBB

Baca juga: Psikolog: Perlu ada perhatian untuk kesehatan mental tenaga medis