Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Gerakan Pendidikan Anti Korupsi (Gepak) Thariq Mahmud berpendapat, penyelenggaraan program pendidikan antikorupsi kepada para siswa di sekolah bisa menjadi salah satujawaban untuk melawan praktik korupsi melalui sarana pendidikan sedini mungkin.

"Pendidikan antikorupsi ini merupakan proyek jangka panjang menuju pembentukan Indonesia baru. Program pendidikan anti korupsi yang dilakukan di sekolah-sekolah harus dilakukan secara bersama dan konsisten," ujarnya di Jakarta, Senin.

Artinya, ia menambahkan, program tersebut harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pemberantasan korupsi mulai dari KPK, kepolisian, kejaksaan, kementerian pendidikan nasional hingga kalangan masyarakat madani seperti LSM, ormas-ormas, dan lain sebagainya.

Sebagai bagian dari masyarakat, kata Thariq, Gepak juga juga telah menyiapkan program tersebut, dengan target dan sasaran siswa sekolah menengah. Dikatakannya bahwa program pendidikan anti korupsi itu sejatinya perlu dimasukan sebagai mata ajaran khusus sehingga bisa lebih terfokus dalam pengajarannya.

"Namun kita juga harus melihat secara bijak dan hati hati. Perlu dicari metode yang baik sehingga mata ajaran ini bisa diterima oleh para siswa. Sebab bila mata ajaran ini terlalu 'dipaksakan', maka dikhawatirkan itu malah akan menyusahkan anak didik setelah saat ini peserta didik sudah demikian sesak dengan mata pelajaran yang harus dipelajari dan diujikan," ujarnya.

Dikhawatirkan pula bahwa nantinya anak didik akan terjebak dalam kewajiban mempelajari materi kurikulum antikorupsi yang pada akhirnya akan memunculkan antipati pada mata pelajaran itu serta bukan pemahaman dan kesadaran antikorupsi.

Lebih lanjut Thoriq menjelaskan bahwa pendidikan antikorupsi itu bukan cuma berkutat pada pemberian wawasan dan pemahaman saja tetapi diharapkan juga menyentuh pula ranah afektif dan psikomotorik, yakni membentuk sikap dan perilaku antikorupsi pada siswa.

Karena itu, pengajaran pendidikan antikorupsi ini pendekatannya bersifat terbuka, dialogis, dan diskursif sehingga mampu merangsang kemampuan intelektual siswa dalam bentuk keingintahuan, sikap kritis dan berani berpendapat.

"Dalam konteks pendidikan antikorupsi ini, tatacara pengajaran tradisional mestinya dihilangkan. Siswa bukan obyek di mana mereka diisi dengan segala macam informasi dan nasihat dan setelah itu dituntut mengeluarkannya kembali. Bukan pendekatan seperti itu yang dibutuhkan," ujarnya.

Pada bagian lain, Thariq menjelaskan bahwa tumbuh suburnya korupsi di Indonesia semata-mata bukan hanya penegakan hukum yang buruk saja, namun ada pula faktor dari masyarakat itu sendiri yang memandang korupsi sebagai hal biasa saja.

Ditegaskannya bahwa permisivitas masyarakat atas korupsi itu sedikit demi sedikit harus dikikis, dan mereka harus mulai berani mengambil tindakan memberikan sanksi sosial secara tegas kepada koruptor seperti pengucilan koruptor dalam masyarakat.

"Terkait hal itu, penanaman karekter dan pemberian pendidikan antikorupsi harus dilakukan sebagai upaya pencegahan sedini mungkin, khususnya kepada kalangan generasi muda," demikian Thariq.
(Ant/R009)