Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan hak-hak anak yang tercantum dalam Konvensi Hak Anak termasuk hak asasi manusia yang harus terpenuhi.

"Dalam konsep di Indonesia, Konvensi Hak anak dilaksanakan dengan konsep Indonesia Layak Anak dan Kabupaten/Kota Layak Anak," kata Nahar dalam acara bincang-bincang rangkaian Peringatan 30 Tahun Ratifikasi Konvensi Hak Anak yang diliput secara virtual dari Jakarta, Kamis.

Nahar mengatakan di dalam Konvensi Hak Anak terdapat klaster pelindungan khusus anak. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terdapat 15 kategori anak yang memerlukan pelindungan khusus.

Baca juga: KPPPA: Konvensi Hak Anak diterjemahkan dalam kebijakan Kota Layak Anak

Pelindungan khusus anak meliputi anak dalam situasi khusus, anak berhadapan dengan hukum, anak minoritas dan terisolasi, anak dieksploitasi ekonomi dan seksual, anak korban penyalahgunaan NAPZA, anak korban pornografi, anak dengan HIV/AIDS, dan anak korban penculikan dan perdagangan.

Kemudian, anak korban kekerasan fisik dan psikis, anak korban kejahatan seksual, anak korban jejaring terorisme, anak korban perlakuan salah dan penelantaran, anak dengan disabilitas, anak dengan perilaku menyimpang, dan anak korban stigmatisasi karena label orang tua.

"Di dalam Konvensi Hak Anak sudah jelas ada mandat-mandat yang harus dilaksanakan dalam pelindungan khusus anak oleh negara yang sudah meratifikasi," tuturnya.

Baca juga: KPPPA: Tetap jaga silaturahim dengan keluarga, namun harus tetap aman

Nahar mengatakan penerapan pelindungan khusus anak di Indonesia dilakukan melalui tiga hal, yaitu pencegahan, penguatan kelembagaan, dan penyediaan layanan.

Upaya pencegahan dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perlindungan Anak; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata.

Kemudian, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak; dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

Upaya penguatan kelembagaan dilakukan melalui pelatihan Konvensi Hak Anak dan manajemen kasus bagi unit pelaksana teknis daerah pelindungan perempuan dan anak dan aparat penegak hukum di 28 provinsi dan 81 kabupaten/kota, serta strategi Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di 1.921 desa/kelurahan di 342 kabupaten/kota di 34 provinsi.

Sedangkan upaya penyediaan layanan dilakukan melalui pembentukan unit pelaksana teknis daerah pelindungan perempuan dan anak di 28 provinsi dan 81 kabupaten/kota serta layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak 129.

Baca juga: KPPPA: Daycare ramah anak alternatif pengasuhan berbasis hak anak
Baca juga: KPPPA: Perlu kerja sama penuhi hak anak dengan gangguan psikososial
Baca juga: KPPPA: Kesetaraan gender cegah anak stunting