Angkatan laut AS sambut perjanjian pertahanan Jepang-Australia
19 November 2020 14:30 WIB
Komandan Korps Marinir Amerika Serikat Jenderal David H. Berger bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga di kantor Perdana Menteri di Tokyo, Jepang, Rabu (18/11/2020). ANTARA FOTO/Charly Triballea/Pool via REUTERS/hp/cfo (REUTERS/POOL)
Tokyo (ANTARA) - Seorang komandan senior Angkatan Laut Amerika Serikat di Asia menyambut baik kesepakatan yang dibuat Jepang dan Australia untuk memperketat kerja sama militer yang akan mendukung AS di wilayah di mana pengaruh China tumbuh.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada prinsipnya menyetujui Perjanjian Akses Timbal Balik (RAA) yang akan lebih menyelaraskan sekutu AS itu melalui kerangka hukum yang memungkinkan pasukan masing-masing untuk berkunjung untuk melakukan pelatihan dan operasi militer bersama.
"Perjanjian semacam itu sangat membantu dan mendorong semua orang di kawasan. Kami sangat mendukung perjanjian itu dan kami berharap dapat melaksanakannya bersama mereka," kata Wakil Laksamana William Merz, komandan Armada Ketujuh Angkatan Laut AS yang berkantor pusat di Jepang, Kamis.
Perjanjian antara Canberra dan Tokyo, yang pertama kali dilakukan Jepang dengan negara lain sejak perjanjian serupa dengan Washington pada 1960, disepakati saat kedua negara bekerja lebih dekat dengan AS dan India sebagai bagian dari pengelompokan informal yang dikenal sebagai "Quad".
Negara-negara tersebut semakin peduli tentang aktivitas China di Laut Cina Selatan dan Laut China Timur.
Suga menjamu para menteri luar negeri negara-negara Quad di Tokyo bulan lalu, sebelum menuju ke Vietnam dan Indonesia untuk memperdalam hubungan dengan negara-negara utama Asia Tenggara.
Merz, yang berbicara dengan Letnan Jenderal H Stacy Clardy, komandan pasukan Ekspedisi Marinir III di Okinawa, mengatakan kerja sama yang lebih besar di kawasan itu tidak ditujukan untuk China.
"Tidak ada upaya untuk menahan China atau siapa pun, kami mencoba untuk menciptakan lingkungan yang inklusif," kata dia.
Beijing, yang mengatakan niatnya di kawasan itu untuk tujuan damai, telah menggambarkan Quad sebagai "mini-NATO".
Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO) dibentuk untuk memberikan keamanan kolektif dalam melawan Uni Soviet saat itu dan NATO masih dipandang sebagai ancaman oleh Rusia karena diperluas untuk memasukkan beberapa negara Eropa yang sebelumnya merupakan bagian dari Blok Timur.
Perjanjian Jepang-Australia juga mendapat kecaman serupa di China pada Selasa (17/11), dengan surat kabar yang didukung pemerintah Global Times mengatakan AS "menggunakan dua jangkar di kawasan Asia-Pasifik untuk mendorong pembangunan versi NATO Asia."
Sumber: Reuters
Baca juga: Saingi pengaruh China, Jepang-Australia perkuat kerja sama pertahanan
Baca juga: Jepang amati kondisi hak asasi manusia di Xinjiang China
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada prinsipnya menyetujui Perjanjian Akses Timbal Balik (RAA) yang akan lebih menyelaraskan sekutu AS itu melalui kerangka hukum yang memungkinkan pasukan masing-masing untuk berkunjung untuk melakukan pelatihan dan operasi militer bersama.
"Perjanjian semacam itu sangat membantu dan mendorong semua orang di kawasan. Kami sangat mendukung perjanjian itu dan kami berharap dapat melaksanakannya bersama mereka," kata Wakil Laksamana William Merz, komandan Armada Ketujuh Angkatan Laut AS yang berkantor pusat di Jepang, Kamis.
Perjanjian antara Canberra dan Tokyo, yang pertama kali dilakukan Jepang dengan negara lain sejak perjanjian serupa dengan Washington pada 1960, disepakati saat kedua negara bekerja lebih dekat dengan AS dan India sebagai bagian dari pengelompokan informal yang dikenal sebagai "Quad".
Negara-negara tersebut semakin peduli tentang aktivitas China di Laut Cina Selatan dan Laut China Timur.
Suga menjamu para menteri luar negeri negara-negara Quad di Tokyo bulan lalu, sebelum menuju ke Vietnam dan Indonesia untuk memperdalam hubungan dengan negara-negara utama Asia Tenggara.
Merz, yang berbicara dengan Letnan Jenderal H Stacy Clardy, komandan pasukan Ekspedisi Marinir III di Okinawa, mengatakan kerja sama yang lebih besar di kawasan itu tidak ditujukan untuk China.
"Tidak ada upaya untuk menahan China atau siapa pun, kami mencoba untuk menciptakan lingkungan yang inklusif," kata dia.
Beijing, yang mengatakan niatnya di kawasan itu untuk tujuan damai, telah menggambarkan Quad sebagai "mini-NATO".
Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO) dibentuk untuk memberikan keamanan kolektif dalam melawan Uni Soviet saat itu dan NATO masih dipandang sebagai ancaman oleh Rusia karena diperluas untuk memasukkan beberapa negara Eropa yang sebelumnya merupakan bagian dari Blok Timur.
Perjanjian Jepang-Australia juga mendapat kecaman serupa di China pada Selasa (17/11), dengan surat kabar yang didukung pemerintah Global Times mengatakan AS "menggunakan dua jangkar di kawasan Asia-Pasifik untuk mendorong pembangunan versi NATO Asia."
Sumber: Reuters
Baca juga: Saingi pengaruh China, Jepang-Australia perkuat kerja sama pertahanan
Baca juga: Jepang amati kondisi hak asasi manusia di Xinjiang China
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020
Tags: