Yogyakarta (ANTARA News) - Seorang siswa Sekolah Menengah Atas di Kota Yogyakarta, Yondi Handitya mengadukan nasibnya ke Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta karena dinyatakan tidak lulus dari satuan pendidikan meskipun hasil ujian nasional utama cukup baik.

"Dalam surat keterangan dari sekolah, tidak dinyatakan penyebabnya. Tetapi, dari guru yang mengantar surat tersebut ke rumah, saya mendapat penjelasan, bahwa penyebab saya tidak lulus karena akumulasi sikap sejak awal sekolah hingga lulus," kata Yondi di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kamis.

Ia mengatakan, pernah memiliki masalah dengan salah satu guru di sekolah yaitu ditampar karena mengenakan kaos saat sekolah meski tetap mengenakan celana seragam.

"Saat itu, akhir semester pertama kelas dua. Saya membalasnya dengan kata-kata kasar setelah ditampar. Tetapi, masalah itu sudah selesai," kata Yondi yang mengaku sering membolos sekolah itu.

Ia menyatakan, catatan akumulasi poin pelanggaran tata tertib sekolah juga cukup banyak. "Mungkin nilai saya sekitar 200 poin, padahal maksimal poin pelanggaran adalah 101," katanya.

Yondi tercatat sebagai siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial SMA Negeri 9 dengan nilai UN Utama adalah 50,70 atau tertinggi ketiga dari seluruh siswa peserta UN di SMA tersebut.

Begitu pula dengan nilai sembilan mata pelajaran yang diujikan dalam ujian sekolah tetap melebihi dari rata-rata minimal yang telah ditetapkan yaitu 4,5.

Namun, khusus untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, Yondi memperoleh nilai cukup (C), begitu pula dengan mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian.

Setelah dinyatakan tidak lulus oleh sekolah, Yandi kemudian dihadapkan pada dua pilihan, yaitu mengikuti ujian Kejar Paket C atau mengulang selama satu tahun.

Kepala Divisi Ekonomi Sosial dan Budaya LBH Yogyakarta Samsudin Nurseha menyatakan akan segera meminta penjelasan kepada sekolah yang bersangkutan.

"Nilai akhlak yang diperoleh adalah C. Seharusnya tidak ada alasan dari sekolah untuk tidak meluluskannya, kecuali ia memperoleh nilai kurang (K)," katanya.

Sedangkan Direktur LBH Yogyakarta Irsyad Thamrin menegaskan, permasalahan tersebut harus segera diselesaikan karena masa depan Yondi tidak bisa menunggu meskipun Yondi belum tercatat sebagai mahasiswa di perguruan tinggi manapun.

"Apabila dalam waktu satu pekan sekolah tidak memberikan jawaban, kami akan mengajukan gugatan. Selain itu, kami juga akan berkoordinasi dengan Dewan Pendidikan," katanya.

Sementara itu, Kepala SMA 9 Yogyakarta Hardja Purnama menyatakan, kelulusan tidak hanya ditentukan oleh UN dan ujian sekolah, tetapi juga harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran dan memiliki kepribadian yang baik.

"Nilai untuk akhlak tidak boleh C, minimal harus B," katanya yang menyatakan, dari 183 siswa yang ada, hanya Yondi yang mendapatkan nilai C untuk akhlak.

Ia menyatakan, siswa yang bersangkutan pernah terlibat tindakan bullying kepada siswa dari sekolah lain usai pelaksanaan UN, sehingga poin pelanggaran yang dikumpulkannya telah melebihi batas maksimal, yaitu 101.

Hardja menegaskan, akan segera mengirimkan surat penjelasan kepada LBH Yogyakarta terkait masalah tersebut.
(E013/B010)