Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hingga saat ini belum merekomendasikan pembelajaran tatap muka atau pembelajaran langsung bagi siswa sekolah selama masa pandemi COVID-19, demi mencegah peningkatan risiko penularan virus corona jenis baru ini pada kelompok anak.

"Pembelajaran tatap muka belum direkomendasikan selama suatu daerah belum menjadi zona hijau, atau setidaknya zona kuning,” kata dr. Endah Setyarini, Sp.A dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim saat diskusi daring bertema “Vaksin COVID-19 dan Kesiapan Anak Menjalani Pembelajaran Tatap Muka” yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung dan Jurnalis Sahabat Anak (JSA) yang didukung Unicef Indonesia, Rabu.

Ia menyatakan, rekomendasi yang disampaikannya itu sudah sesuai pesan Ketua Umum PP IDAI, Aman B. Pulungan, dimana sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI menyarankan agar sekolah ditutup dulu selama pandemi.

Endah menambahkan, selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah.

Pertama yaitu melakukan pemetaan kasus positif per kelurahan, pemetaan lokasi sekolah termasuk dari mana saja muridnya berasal.

"Karena bisa saja sekolahnya zona hijau tapi muridnya ada yang dari zona merah dan terjadi penularan sesama siswa, lalu ke orang dewasa di sekitarnya," ujar Endah.

Baca juga: 80 persen sekolah di Gresik siap gelar pembelajaran tatap muka

Baca juga: Dinas Pendidikan tegaskan tidak ada pembelajaran tatap muka di Jakarta
Suasana diskusi daring bertema “Vaksin COVID-19 dan Kesiapan Anak Menjalani Pembelajaran Tatap Muka” yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung dan Jurnalis Sahabat Anak (JSA) yang didukung Unicef Indonesia, Rabu (19/11/2020)

Selain itu, lanjut dia, perlu diperhatikan pula transportasi siswa ke sekolah.

Siswa yang menggunakan kendaraan umum tentunya akan lebih berisiko.

Selain itu juga perlu diperhatikan kontak siswa atau guru dengan orang lain.

Sementara itu mengenai vaksin virus COVID-19 yang saat ini gencar diujicobakan, Endah mengatakan masih dibutuhkan waktu serta uji klinis tentang keefektifannya sebelum tersedia secara luas.

WHO sendiri menyatakan bahwa setidaknya sudah ada lebih dari 100 perusahaan vaksin di berbagai negara yang sedang dalam proses uji klinis dan hingga saat ini belum final.

Pernyataan senada disampaikan Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia Jatim, dr. Atik Choirul Hidajah, M.Kes yang menyebut jumlah kasus COVID-19 pada anak di Indonesia hingga saat ini mencapai 9,7 persen dari total penderita COVID-19, atau berjumlah 24.966 anak.

Secara rinci, jumlah tersebut terbagi menjadi 2,4 persen anak usia 0-5 tahun dan 7,3 persen anak usia 6-18 tahun.

Menurutnya, untuk kembali membuka sekolah dan melakukan kembali pembelajaran tatap muka tentunya dibutuhkan kajian secara ilmiah.

"Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan pilihan paling baik untuk mencegah penularan antara siswa serta penularan siswa kepada guru," ujarnya.

Meskipun demikian, ia meminta orangtua mewaspadai imbas akibat pembelajaran jarak jauh atau PJJ, bagi kesehatan anak. Di antara dampak buruk PJJ adalah "computer vision syndrome" seperti gangguan mata, otot dan penglihatan akibat terlalu lama menatap layar gawai.

Baca juga: P2G sarankan pembelajaran jarak jauh diteruskan hingga akhir tahun

Baca juga: Pembelajaran tatap muka di empat SMP di Banjarmasin hanya tiga jam