Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Silmy Karim optimistis industri baja nasional memiliki peluang besar ke depannya.

"Industri baja nasional masih memiliki peluang besar untuk ke depannya, karena konsumsi baja per kapita nasional masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain," ujar Silmy Karim dalam seminar daring di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Krakatau Steel ekspor pipa baja Ke Australia

Dalam paparannya, Silmy menyampaikan bahwa konsumsi baja per kapita Indonesia pada tahun 2018 sebesar 68 kg, masih di bawah Singapura sebesar 630 kg, Malaysia 361 kg, Thailand 322 kg dan Vietnam sebesar 262 kg.

Ia juga mengakui bahwa pandemi COVID-19 membuat konsumsi baja Indonesia pada semester I 2020 tercatat sebesar 5,9 juta ton, turun 18 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya 7,2 ton.

Terkait konsumsi baja per sektor, sektor konstruksi masih mendominasi dengan persentase sekitar 78 persen dari seluruh konsumsi baja nasional.

Kemudian, disusul sektor transportasi sekitar 8 persen, minyak dan gas 7 persen, permesinan 4 persen dan sektor lainnya 3 persen.

"Bila kita lihat bagaimana peluang industri baja sebenarnya peluang tersebut sangat besar jika melihat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024," ujar Silmy.

Terlebih lagi, lanjut dia, jika ibu kota baru negara yang sudah dicanangkan lokasinya namun tertunda akibat pandemi COVID-19 bisa terlaksana ke depannya, maka hal ini bisa meningkatkan permintaan industri baja nasional.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No.18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, terdapat 41 proyek prioritas strategis dengan pendanaan indikatif sekitar 426 miliar dolar AS.

Dari 41 proyek prioritas strategis tersebut, terdapat 19 proyek prioritas strategis yang merupakan kontribusi potensial industri baja nasional seperti pembangunan jalan tol, jembatan, kawasan industri, dan pelabuhan.

Baca juga: Dihantam pandemi, Kemenperin perkuat daya saing industri baja
Baca juga: Krakatau Steel luncurkan logo baru