Kota Parakan Temanggung diusulkan jadi museum terbuka
18 November 2020 18:53 WIB
Bupati Temanggung M. Al Khadziq berbicara pada webinar "Parakan Kota Pusaka" dalam memperingati HUT ke-186 Kabupaten Temanggung. ANTARA/Heru Suyitno
Temanggung (ANTARA) - Peneliti sejarah arkeologi prakolonial yang juga dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Musadad mengusulkan Kota Parakan di Kabupaten Temanggung menjadi museum terbuka.
"Hal ini menindaklanjuti adanya usulan bagaimana jika di Parakan didirikan sebuah bangunan museum untuk menguatkan jati diri sebagai kota pusaka," katanya pada seminar virtual "Parakan Kota Pusaka" dalam memperingati HUT ke-186 Kabupaten Temanggung, Rabu.
Menurut dia, Parakan secara keseluruhan sebagai kota sudah bisa menjadi museum terbuka, justru luar biasa.
"Kalau mau bangun museum kita perlu memberi artefak-artefak, karena jangan sampai hanya foto-foto saja yang dipampang, tetapi harus ada tiga dimensinya sehingga pengunjung tertarik betul. Namun, dengan museum terbuka akan lebih menarik karena wisatawan bisa lebih lama tinggal di Parakan dan bisa menginap," katanya.
Baca juga: Gerebek Parakan merekonstruksi sejarah Temanggung
Mantan Bupati Temanggung KH. Hasyim Afandi yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut menyampaikan di Parakan sejauh ini tidak ada tempat untuk dijadikan ruang atau bangunan khusus untuk museum. Namun, keberadaan Taman Bambu Runcing bisa dimanfaatkan lebih dulu untuk diperkenalkan kepada anak-anak sebagai generasi penerus.
Melalui cara tersebut, katanya anak-anak akan memahami sejarah Kota Parakan sebagai kota pusaka dan kota juang dengan bambu runcing sebagai iconnya.
"Bisa mengenalkan Parakan dengan muatan lokal, dengan memanfaatkan keberadaan Taman Bambu Runcing, karena di sini tidak ada tempat khusus untuk membuat museum. Tapi lewat cara itu di Taman Bambu Runcing guru bisa membawa murid-murid untuk dikenalkan tentang Bambu Runcing," katanya.
Baca juga: Temanggung simpan benda purbakala di eks-Gedung Juang
Ketua Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia yang juga dosen Universitas Tarumanegara Jakarta, Sutrisno Murtiyoso menuturkan nama Parakan sudah disebut jauh sebelum Kabupaten Temanggung berdiri pada tahun 1830-an, bahkan sebelum Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta berdiri.
Dari litertur yang dia peroleh nama Parakan sudah disebut di Babat Giyanti pada abad ke-18.
"Soal pendidikan saya rasa Pak Hasyim benar sekali, saya rasa kita harus menyusun muatan lokal untuk SD, SMP, SMA. Tanpa ada pendekatan terstruktur seperti itu akan sulit sekali menanamkan pada anak-anak cinta pada tumpah darah. Kita mudah mengatakan mencintai Indonesia, tapi sebelum itu lebih baik cinta kampung dulu," katanya.
Baca juga: Melihat Borobudur dari Bukit Menoreh
Bupati Temanggung M. Al Khadziq mengatakan, pembangunan di Kabupaten Temanggung tidak boleh kehilangan arahnya, oleh karena itu harus menggali sejarah yang tidak bisa dilupakan. Karena sejarah itulah yang membentuk identitas kita sebagai Temanggung. Hal ini akan menjadi bekal menatap masa depan yang lebih baik.
"Parakan dulunya merupakan ibu kota Kabupaten Menoreh yang pada 1834 bupati pertama Raden Adipati Ario Djojonegoro memindahkan ibu kota dari Parakan ke Temanggung. Tentu saja masyarakat Kabupaten Temanggung berhutang pada masyarakat Parakan, karena terbentuknya kabupaten ini bermula dari Parakan," katanya.
Baca juga: Pencinta kota tua wisata "Djeladjah Petjinan" di Temanggung
"Hal ini menindaklanjuti adanya usulan bagaimana jika di Parakan didirikan sebuah bangunan museum untuk menguatkan jati diri sebagai kota pusaka," katanya pada seminar virtual "Parakan Kota Pusaka" dalam memperingati HUT ke-186 Kabupaten Temanggung, Rabu.
Menurut dia, Parakan secara keseluruhan sebagai kota sudah bisa menjadi museum terbuka, justru luar biasa.
"Kalau mau bangun museum kita perlu memberi artefak-artefak, karena jangan sampai hanya foto-foto saja yang dipampang, tetapi harus ada tiga dimensinya sehingga pengunjung tertarik betul. Namun, dengan museum terbuka akan lebih menarik karena wisatawan bisa lebih lama tinggal di Parakan dan bisa menginap," katanya.
Baca juga: Gerebek Parakan merekonstruksi sejarah Temanggung
Mantan Bupati Temanggung KH. Hasyim Afandi yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut menyampaikan di Parakan sejauh ini tidak ada tempat untuk dijadikan ruang atau bangunan khusus untuk museum. Namun, keberadaan Taman Bambu Runcing bisa dimanfaatkan lebih dulu untuk diperkenalkan kepada anak-anak sebagai generasi penerus.
Melalui cara tersebut, katanya anak-anak akan memahami sejarah Kota Parakan sebagai kota pusaka dan kota juang dengan bambu runcing sebagai iconnya.
"Bisa mengenalkan Parakan dengan muatan lokal, dengan memanfaatkan keberadaan Taman Bambu Runcing, karena di sini tidak ada tempat khusus untuk membuat museum. Tapi lewat cara itu di Taman Bambu Runcing guru bisa membawa murid-murid untuk dikenalkan tentang Bambu Runcing," katanya.
Baca juga: Temanggung simpan benda purbakala di eks-Gedung Juang
Ketua Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia yang juga dosen Universitas Tarumanegara Jakarta, Sutrisno Murtiyoso menuturkan nama Parakan sudah disebut jauh sebelum Kabupaten Temanggung berdiri pada tahun 1830-an, bahkan sebelum Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta berdiri.
Dari litertur yang dia peroleh nama Parakan sudah disebut di Babat Giyanti pada abad ke-18.
"Soal pendidikan saya rasa Pak Hasyim benar sekali, saya rasa kita harus menyusun muatan lokal untuk SD, SMP, SMA. Tanpa ada pendekatan terstruktur seperti itu akan sulit sekali menanamkan pada anak-anak cinta pada tumpah darah. Kita mudah mengatakan mencintai Indonesia, tapi sebelum itu lebih baik cinta kampung dulu," katanya.
Baca juga: Melihat Borobudur dari Bukit Menoreh
Bupati Temanggung M. Al Khadziq mengatakan, pembangunan di Kabupaten Temanggung tidak boleh kehilangan arahnya, oleh karena itu harus menggali sejarah yang tidak bisa dilupakan. Karena sejarah itulah yang membentuk identitas kita sebagai Temanggung. Hal ini akan menjadi bekal menatap masa depan yang lebih baik.
"Parakan dulunya merupakan ibu kota Kabupaten Menoreh yang pada 1834 bupati pertama Raden Adipati Ario Djojonegoro memindahkan ibu kota dari Parakan ke Temanggung. Tentu saja masyarakat Kabupaten Temanggung berhutang pada masyarakat Parakan, karena terbentuknya kabupaten ini bermula dari Parakan," katanya.
Baca juga: Pencinta kota tua wisata "Djeladjah Petjinan" di Temanggung
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: