Sri Mulyani ungkap syarat utama jadikan RI negara berpendapatan tinggi
18 November 2020 13:12 WIB
Tangkapan layaer - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Anti Corupption Summit-4 2020 di Jakarta, Rabu (18/11/2020). ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan syarat-syarat utama dalam rangka mencapai Visi Indonesia 2045 yaitu menjadi negara berpendapatan tinggi sehingga masuk sebagai lima besar kekuatan ekonomi dunia.
“Kita untuk mencapai itu perlu persyaratan yang tidak mudah,“ kata Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Call for Paper tentang Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju yang Berkelanjutan di Jakarta, Rabu.
Syarat pertama adalah adanya infrastruktur yang memadai sehingga pemerintah harus terus melanjutkan pembangunan baik secara kuantitas dan kualitas seperti yang telah dilakukan sebelum pandemi COVID-19 menyerang.
“Dalam lima tahun terakhir kita sudah melakukan banyak sekali bangun infrastruktur dalam rangka mengejar ketertinggalan di Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani: Serapan anggaran PEN terus membaik capai Rp386,01 triliun
Syarat kedua adalah tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas baik dari kemampuan karakter maupun skill mengingat Indonesia memiliki bonus demografi yaitu 52 persen dari total 309 juta penduduk berusia produktif.
Sri Mulyani menegaskan hal itu harus dilakukan karena sejalan dengan menjadi negara berpendapatan tinggi harus memiliki tingkat produktivitas dan inovasi yang harus tinggi juga.
“Tingkat produktivitas yang tinggi harus didukung SDM dan tenaga kerja yang baik. Tentu movement dari jumlah tenaga kerja informal yang tidak produktif itu semua jadi tantangan yang harus ditingkatkan,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani ungkap 3 dilema dalam mengambil kebijakan di tengah krisis
Oleh sebab itu, lanjut dia, pemerintah terus melakukan reformasi di bidang pendidikan agar adanya bonus demografi menimbulkan dampak positif terhadap faktor produksi yang produktif dan inovatif.
Syarat ketiga adalah Indonesia harus memiliki kesiapan dalam mengadopsi teknologi karena ini merupakan salah satu jalan untuk keluar dari middle income trap.
Menurutnya, adopsi teknologi masih menjadi tantangan cukup berat bagi Indonesia karena diperlukan berbagai ahli untuk membuatnya bersifat adaptable hingga mengembangkan kualitas infrastruktur digital pendukungnya
Baca juga: Sri Mulyani paparkan upaya cegah korupsi dalam pengelolaan uang negara
“Adopsi teknologi masih menjadi tantangan yang sangat besar. Kemudian juga perencanaan wilayah kita yang komprehensif dan matang. Itu semua menjadi satu yang perlu dipecahkan bersama,” kata Sri Mulyani.
Syarat berikutnya adalah ekonomi dan sektor keuangan Indonesia harus sustainable, kredibel, maju, dan sehat sehingga APBN perlu untuk terus dijaga termasuk dalam kondisi krisis pandemi COVID-19.
“Stabilitas ekonomi makro kita harus tetap dijaga dengan kerangka kebijakan makro antara Kemenkeu, BI, OJK, dan tentu sisi politik serta hukum yang tetap kuat,” tegas Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani: Ketersediaan data topang respons kebijakan yang tepat
“Kita untuk mencapai itu perlu persyaratan yang tidak mudah,“ kata Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Call for Paper tentang Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju yang Berkelanjutan di Jakarta, Rabu.
Syarat pertama adalah adanya infrastruktur yang memadai sehingga pemerintah harus terus melanjutkan pembangunan baik secara kuantitas dan kualitas seperti yang telah dilakukan sebelum pandemi COVID-19 menyerang.
“Dalam lima tahun terakhir kita sudah melakukan banyak sekali bangun infrastruktur dalam rangka mengejar ketertinggalan di Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani: Serapan anggaran PEN terus membaik capai Rp386,01 triliun
Syarat kedua adalah tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas baik dari kemampuan karakter maupun skill mengingat Indonesia memiliki bonus demografi yaitu 52 persen dari total 309 juta penduduk berusia produktif.
Sri Mulyani menegaskan hal itu harus dilakukan karena sejalan dengan menjadi negara berpendapatan tinggi harus memiliki tingkat produktivitas dan inovasi yang harus tinggi juga.
“Tingkat produktivitas yang tinggi harus didukung SDM dan tenaga kerja yang baik. Tentu movement dari jumlah tenaga kerja informal yang tidak produktif itu semua jadi tantangan yang harus ditingkatkan,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani ungkap 3 dilema dalam mengambil kebijakan di tengah krisis
Oleh sebab itu, lanjut dia, pemerintah terus melakukan reformasi di bidang pendidikan agar adanya bonus demografi menimbulkan dampak positif terhadap faktor produksi yang produktif dan inovatif.
Syarat ketiga adalah Indonesia harus memiliki kesiapan dalam mengadopsi teknologi karena ini merupakan salah satu jalan untuk keluar dari middle income trap.
Menurutnya, adopsi teknologi masih menjadi tantangan cukup berat bagi Indonesia karena diperlukan berbagai ahli untuk membuatnya bersifat adaptable hingga mengembangkan kualitas infrastruktur digital pendukungnya
Baca juga: Sri Mulyani paparkan upaya cegah korupsi dalam pengelolaan uang negara
“Adopsi teknologi masih menjadi tantangan yang sangat besar. Kemudian juga perencanaan wilayah kita yang komprehensif dan matang. Itu semua menjadi satu yang perlu dipecahkan bersama,” kata Sri Mulyani.
Syarat berikutnya adalah ekonomi dan sektor keuangan Indonesia harus sustainable, kredibel, maju, dan sehat sehingga APBN perlu untuk terus dijaga termasuk dalam kondisi krisis pandemi COVID-19.
“Stabilitas ekonomi makro kita harus tetap dijaga dengan kerangka kebijakan makro antara Kemenkeu, BI, OJK, dan tentu sisi politik serta hukum yang tetap kuat,” tegas Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani: Ketersediaan data topang respons kebijakan yang tepat
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: