Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan berbagai dilema yang dialami pemerintah dalam mengambil kebijakan di tengah situasi tidak pasti seperti adanya pandemi COVID-19 saat ini.

“Situasi luar biasa dan tidak pasti tetap mengharuskan pemerintah hadir, namun pertanyaannya hadir seperti apa dan ini lah dilema yang harus diatasi dan dihadapi. Tidak ada situasi yang ideal,” kata Sri Mulyani dalam acara Anti Corupption Summit-4 2020 di Jakarta, Rabu.

Sri Mulyani menyebutkan dilema pertama adalah mengenai keputusan pemerintah untuk mengandalkan dan memilih antara data historis atau data proyeksi dalam membuat sebuah kebijakan.

“Data historis tentu membantu tapi kalau kita tahu dampak COVID-19 memukul ekonomi dan keuangan, apakah policy didesain dengan mengandalkan data historis saja atau kita mendesain berdasarkan apa yang mungkin terjadi,” jelas Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani: Ketersediaan data topang respons kebijakan yang tepat

Hal itu, kata dia, berimplikasi secara hukum karena akan dipertanyakan mengenai keakuratan data tersebut.

“Ini pun bisa menjadi masalah kalau dilihat secara hukum saja karena banyak perkara hukum ditanyakan datanya tidak menyatakan begitu. Itu hanya forecast tapi forecast itu adalah cara untuk antisipasi,” ujar Sri Mulyani.

Dilema kedua adalah mengenai antara kecepatan atau akurasi yaitu jika memilih kecepatan maka penyaluran bantuan bisa cepat namun tidak akurat dan berpeluang terjadi free rider yang meningkatkan moral hazard.

Sedangkan jika memilih akurat maka bantuan tidak bisa tersalurkan secara cepat kepada masyarakat karena harus menunggu data yang sempurna terlebih dahulu.

Baca juga: Sri Mulyani paparkan upaya cegah korupsi dalam pengelolaan uang negara

“Pemerintah perlu membantu masyarakat secara cepat, namun mungkin akurasinya yang inclusion exclusion error datanya belum sempurna sehingga pilihan itu tetap dilakukan sambil memperbaiki akurasi data,” kata Sri Mulyani.

Dilema ketiga adalah mengenai antara fleksibilitas atau compliance karena regulasi yang dibuat dalam rangka merespon dampak dari situasi krisis pandemi membutuhkan kecepatan. Sementara jika harus compliance maka respons yang dilakukan akan lebih lambat mengingat harus mengedepankan ketaatan proses dan akuntabilitas.

Oleh sebab itu Sri Mulyani mengatakan meskipun kebijakan saat ini bersifat fleksibel namun pemerintah akan terus mematuhi birokrasi yang ada seperti tetap berkomunikasi dengan pihak DPR RI.

“Dalam suatu pembuatan keputusan fleksibilitas sangat penting bagi kami bersama dengan DPR untuk terus menyampaikan bagaimana APBN bisa didesain supaya cukup fleksibel namun tetap akuntabel,” tegas Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani: APBN telah lakukan tugas luar biasa atasi dampak COVID-19