PHRI: RUU Larangan Minuman Beralkohol negatif bagi pariwisata
16 November 2020 22:09 WIB
Petugas memperlihatkan sejumlah hasil penindakan Barang Kena Cukai (BKC) ilegal berupa minuman beralkohol serta rokok saat akan dimusnahkan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Pantoloan di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (7/10/2020). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/aww.
Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Alkohol akan berdampak negatif bagi industri pariwisata.
"Apabila itu disahkan kami khawatir wajah Indonesia di mata dunia akan berubah, kita tentu harus ramah terhadap wisatawan. Ini akan bawa citra kurang positif," ujar Ketua Hubungan Antar Lembaga PHRI Bambang Britono di Jakarta, Senin.
RUU itu, lanjut dia, menjadi perbincangan hangat di dalam dan luar negeri. Padahal minuman alkohol sudah diatur secara ketat mulai dari investasinya hingga pergerakan barangnya yang harus memakai dokumen.
"Industri ini sangat regulated, hotel dan cafe yang menjual minuman beralkohol pun harus mengikuti peraturan. Jadi tidak bisa seperti menjual air mineral, kalau ada yang namanya menyimpang sanksinya berat," katanya.
Baca juga: Pengusaha nilai pembahasan RUU Minuman Beralkohol tidak mendesak
Menurut dia, jika RUU itu disahkan maka industri pariwisata nasional akan semakin terpuruk. "Saat ini usaha pariwisata sedang terpuruk akibat pandemi, harusnya kita membutuhkan citra yang positif di mata dunia," ucapnya.
Hal senada dikatakan Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani. Ia menilai RUU Larangan Minuman Alkohol akan berdampak buruk bagi pariwisata Indonesia.
Ia berharap, sebagian besar fraksi dapat menolak untuk membahas lebih lanjut terkait draf aturan tersebut.
"Judulnya saja sudah provokatif, larangan. Ini menjadi sangat konotatif, justru nantinya akan memberikan dampak negatif. Dan kami berharap mayoritas fraksi nantinya akan menolak proses pembahasan rancangan undang-undang tersebut," katanya.
Baca juga: Pemerintah belum bahas RUU Minuman Beralkohol masuk Prolegnas 2021
Baca juga: Muhammadiyah: Regulasi minuman beralkohol bukan Islamisasi
"Apabila itu disahkan kami khawatir wajah Indonesia di mata dunia akan berubah, kita tentu harus ramah terhadap wisatawan. Ini akan bawa citra kurang positif," ujar Ketua Hubungan Antar Lembaga PHRI Bambang Britono di Jakarta, Senin.
RUU itu, lanjut dia, menjadi perbincangan hangat di dalam dan luar negeri. Padahal minuman alkohol sudah diatur secara ketat mulai dari investasinya hingga pergerakan barangnya yang harus memakai dokumen.
"Industri ini sangat regulated, hotel dan cafe yang menjual minuman beralkohol pun harus mengikuti peraturan. Jadi tidak bisa seperti menjual air mineral, kalau ada yang namanya menyimpang sanksinya berat," katanya.
Baca juga: Pengusaha nilai pembahasan RUU Minuman Beralkohol tidak mendesak
Menurut dia, jika RUU itu disahkan maka industri pariwisata nasional akan semakin terpuruk. "Saat ini usaha pariwisata sedang terpuruk akibat pandemi, harusnya kita membutuhkan citra yang positif di mata dunia," ucapnya.
Hal senada dikatakan Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani. Ia menilai RUU Larangan Minuman Alkohol akan berdampak buruk bagi pariwisata Indonesia.
Ia berharap, sebagian besar fraksi dapat menolak untuk membahas lebih lanjut terkait draf aturan tersebut.
"Judulnya saja sudah provokatif, larangan. Ini menjadi sangat konotatif, justru nantinya akan memberikan dampak negatif. Dan kami berharap mayoritas fraksi nantinya akan menolak proses pembahasan rancangan undang-undang tersebut," katanya.
Baca juga: Pemerintah belum bahas RUU Minuman Beralkohol masuk Prolegnas 2021
Baca juga: Muhammadiyah: Regulasi minuman beralkohol bukan Islamisasi
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: