Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat negara didera kerugian hingga Rp35 triliun per-tahun akibat pembalakan liar.

"Buruknya pengawasan menyebabkan negara didera kerugian hingga Rp35 triliun per-tahun akibat pembalakan liar," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat Peluncuran Virtual Hasil Kajian KPK dan U4 Anticorruption Resource Centre "Korupsi di Sektor Kehutanan" yang disiarkan akun Youtube KPK, Senin.

Selanjutnya, lanjut Alex, analisis KPK juga menemukan bahwa kelemahan pengawasan dalam izin pinjam pakai menyebabkan terjadi potensi kehilangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akibat pertambangan di dalam kawasan hutan sebesar Rp15,9 triliun per-tahun.

"Ini baru data di Kalimantan, Sumatera, dan Papua saja ditemukan 1.052 usaha pertambangan dalam kawasan hutan yang tidak melalui prosedur pinjam pakai. Dengan buruknya tata kelola tersebut, korupsi menjadi penyakit yang tumbuh subur di dalamnya," ucap Alex.

Baca juga: Tiga pembalak liar diringkus Polres Bengkalis

Baca juga: Tim aparat gabungan tangkap pembalak liar di Muaro Jambi.


Selain itu, ia mengatakan dalam kajian perizinan KPK tahun 2013 membuktikan kebijakan pengelolaan Sumber Daya Alama (SDA) sangat rentan dengan korupsi.

Dengan metode "corruption risk assessment", KPK melakukan analisis terhadap 21 regulasi yang mengatur pemanfaatan hasil hutan kayu dan penggunaan kawasan hutan, 18 regulasi diantaranya rentan korupsi.

"Akibatnya, setiap proses perizinan penuh dengan suap, konflik kepentingan, perdagangan pengaruh, pemerasan bahkan 'state capture corruption'," ungkap dia.

Upaya pemberantasan korupsi di sektor kehutanan, kata dia, menjadi perhatian utama sejak KPK berdiri. Melalui proses penindakan, setidaknya sudah ada 27 kasus yang ditangani KPK yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Ia menjelaskan berbagi upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola SDA juga dilakukan KPK melalui Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA).

"KPK mendorong perbaikan sistem dan regulasi, 'monitoring', kepatuhan pelaku usaha, koordinasi dan supervisi, permasalahan lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah," ujar Alex.

Baca juga: KLHK tetapkan dua aktor intelektual pembalakan liar sebagai tersangka