Pakar: Perlu promosi besar agar orang tertarik wakaf via pasar modal
16 November 2020 16:45 WIB
Tangkapan layar Guru Besar Ilmu Manajemen Keuangan dan Perbankan Syariah Universitas Padjadjaran Dian Masyita saat memberikan dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Senin. (ANTARA/Citro Atmoko)
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Manajemen Keuangan dan Perbankan Syariah Universitas Padjadjaran Dian Masyita mengatakan perlu upaya yang besar untuk menarik minat masyarakat di Tanah Air agar berwakaf melalui pasar modal.
"Wakaf untuk pasar modal sendiri masih baru. Jadi ini harus promosi sosialisasi besar-besaran untuk menarik orang berinvestasi wakaf melalui pasar modal. Saat ini, kita masih berhubungan dengan literasi, memperbanyak partisipan. Tugas kita semua untuk membuat orang aware," ujar Dian dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Senin.
Dian menuturkan buat sebagian orang berwakaf di pasar modal mungkin memang tidak menjadi prioritas utama karena ada kebutuhan lain yang dianggap lebih penting untuk dipenuhi terlebih dahulu seperti pendidikan anak, tabungan, pensiun, dan lainnya.
Baca juga: Dirut BEI: Pasar modal syariah RI berkembang pesat, investor melonjak
"Setelah itu ada beberapa orang baru punya dana longgar bisa beli emas, kemudian beli saham, sahamnya pun baru saham, belum wakaf. Itu pun ada risikonya yang cukup besar, high risk high return kalau kita berhubungan di pasar modal. Berapa ceruk yang tersisa untuk orang berwakaf melalui pasar modal? Kita harus lihat juga struktur dari partisipan, struktur dari masyarakat kita," kata Dian.
Saat berbicara soal wakaf, kata dia, perlu dipelajari dulu masyarakatnya baik secara sosiologi, psikologi, kemampuan finansialnya, baru kemudian diformulasikan. Ia menekankan energi ke depan bukan lagi ditujukan untuk membuat model-model wakaf lagi, namun yang sulit itu adalah bagaimana mengumpulkan wakaf dari orang-orang yang telah mencukupkan diri dengan yang sudah ada, kemudian masih berwakaf.
Baca juga: OJK berharap pasar modal syariah dongkrak pengembangan industri halal
"Itu kan menarik juga. Mencukupkan diri untuk hal-hal lain, tapi mengingat kematian dengan berwakaf, karena kematian sudah pasti. Dan yang akan mengiringi pahala atau mengalirkan pahala kita sesudah mati itu adalah doa anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat, dan amal jariah yang dipercaya oleh ulama itu salah satunya wakaf. Jadi itu mungkin kuncinya," ujar Dian.
Dian menuturkan kontribusi wakaf di pasar modal masih sangat kecil dibandingkan potensinya. Potensi wakaf secara nasional disebut mencapai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan potensi tersebut berasal dari 74 juta penduduk kelas menengah saja.
"Ke depan, usahanya harus sangat-sangat besar untuk bisa menggerakkan wakaf. Karena ini bukan primer, sekunder juga bukan, tersier juga bukan, tapi kalau anda tertarik, instrumen itu ada dan menarik, juga bisa dipelajari," ujar Dian.
Baca juga: Gandeng BEI dan sekuritas, UI gelar kompetisi pasar modal 2020
"Wakaf untuk pasar modal sendiri masih baru. Jadi ini harus promosi sosialisasi besar-besaran untuk menarik orang berinvestasi wakaf melalui pasar modal. Saat ini, kita masih berhubungan dengan literasi, memperbanyak partisipan. Tugas kita semua untuk membuat orang aware," ujar Dian dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Senin.
Dian menuturkan buat sebagian orang berwakaf di pasar modal mungkin memang tidak menjadi prioritas utama karena ada kebutuhan lain yang dianggap lebih penting untuk dipenuhi terlebih dahulu seperti pendidikan anak, tabungan, pensiun, dan lainnya.
Baca juga: Dirut BEI: Pasar modal syariah RI berkembang pesat, investor melonjak
"Setelah itu ada beberapa orang baru punya dana longgar bisa beli emas, kemudian beli saham, sahamnya pun baru saham, belum wakaf. Itu pun ada risikonya yang cukup besar, high risk high return kalau kita berhubungan di pasar modal. Berapa ceruk yang tersisa untuk orang berwakaf melalui pasar modal? Kita harus lihat juga struktur dari partisipan, struktur dari masyarakat kita," kata Dian.
Saat berbicara soal wakaf, kata dia, perlu dipelajari dulu masyarakatnya baik secara sosiologi, psikologi, kemampuan finansialnya, baru kemudian diformulasikan. Ia menekankan energi ke depan bukan lagi ditujukan untuk membuat model-model wakaf lagi, namun yang sulit itu adalah bagaimana mengumpulkan wakaf dari orang-orang yang telah mencukupkan diri dengan yang sudah ada, kemudian masih berwakaf.
Baca juga: OJK berharap pasar modal syariah dongkrak pengembangan industri halal
"Itu kan menarik juga. Mencukupkan diri untuk hal-hal lain, tapi mengingat kematian dengan berwakaf, karena kematian sudah pasti. Dan yang akan mengiringi pahala atau mengalirkan pahala kita sesudah mati itu adalah doa anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat, dan amal jariah yang dipercaya oleh ulama itu salah satunya wakaf. Jadi itu mungkin kuncinya," ujar Dian.
Dian menuturkan kontribusi wakaf di pasar modal masih sangat kecil dibandingkan potensinya. Potensi wakaf secara nasional disebut mencapai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan potensi tersebut berasal dari 74 juta penduduk kelas menengah saja.
"Ke depan, usahanya harus sangat-sangat besar untuk bisa menggerakkan wakaf. Karena ini bukan primer, sekunder juga bukan, tersier juga bukan, tapi kalau anda tertarik, instrumen itu ada dan menarik, juga bisa dipelajari," ujar Dian.
Baca juga: Gandeng BEI dan sekuritas, UI gelar kompetisi pasar modal 2020
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: