Gus Dur dan Masa Depan Kelautan
26 April 2010 09:09 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad (kiri) menyerahkan cenderamata kepada Menteri Kelautan Pertama Sarwono Kusumaatmadja, disaksikan Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj (kanan) dalam acara Mengenang Gus Dur, Jakarta, Jumat (23/4). (ANTARA/Rosa Panggabean)
Jakarta, 26/4 (ANTARA) - Keluarga Besar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyelenggarakan acara "Mengenang Gus Dur" (23/4) yang dihadiri oleh para pejabat KKP dan anggota Komisi IV DPR. Berbicara dalam acara tersebut Sarwono Kusumaatmadja, Menteri Kelautan yang pertama kali diangkat oleh Gus Dur, berbicara mengenai Gus Dur dan Kelautan. Adapun KH.Said Agil Siradj, Ketua Umum PBNU, mengungkapkan Gus Dur dan ke-Indonesiaan.
Keputusan Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Kelautan telah berdampak kepada terangkatnya isu kelautan sebagai mainstream pembangunan ekonomi nasional. Menurutnya, Indonesia memiliki laut dengan potensi yang belum dikelola secara optimal sehingga ekonomi kelautan diibaratkan sebagai raksasa tidur. Berpijak pada fakta inilah, Gus Dur berupaya mensinergikan pembangunan nasional antara orientasi daratan dan lautan.
Wafatnya Gus Dur di penghujung tahun 2009 telah membuat semua merasa kehilangan, terutama bagi masyarakat kelautan. Setidaknya terdapat tiga tokoh fenomenal yang berjasa besar terhadap kebaharian di Indonesia. Pertama adalah Ir. H. Djuanda, Perdana Menteri yang mendeklarasikan dasar-dasar negara kepulauan pada tanggal 13 Desember 1957, selanjutnya moment tersebut ditetapkan sebagai Hari Nusantara. Kedua adalah Komodor Yos Sudarso, komandan kapal perang yang gugur melawan penjajah Belanda di Laut Aru, sebagai simbol patriotisme, nasionalisme dan keberanian berjihad di laut. Ketiga, adalah KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur, yang pada saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia keempat, yang pada tanggal 10 November 1999 membentuk Departemen Eksplorasi Laut (sekarang Kementerian Kelautan dan Perikanan), merupakan penerobos strategis pembangunan nasional.
Langkah ini memiliki implikasi yang sangat besar bagi Indonesia sebagai negara maritim. Karena berbentuk kepulauan yang luas, maka faktor kesulitan dan permasalahannya menjadi sangat kompleks dan mahal. Untuk menanganinya, diperlukan unit organisasi pemerintahan yang proporsional, yakni setingkat Departemen. Apalagi bila dipertimbangkan tantangan untuk mengelola potensinya yang luar biasa. Sikap strategis Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Laut itu tentu tidak terduga dan mencengangkan. Hal ini mudah difahami, karena saat itu paradigma tokoh pemerintahan, maupun masyarakat pada umumnya, masih
berorientasi terestrial atau memandang ke darat.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad menyebutkan bahwa mengabaikanlaut sama saja dengan menutup diri, karena laut adalah jalan menuju pergaulan internasional.Inilah yang dialami oleh bangsa Indonesia dalam waktu yang relatif lama akibatnya budaya bahari berangsur-angsur melemah kita tidak mampu memanfaatkan laut untuk membangun kemakmuran. Peradaban bahari yang nyaris terputus dicoba disambung kembali oleh Gus Dur. Visi Gus Dur menjadikan laut sebagai penyangga ekonomi bangsa dijalankan dengan konsisten.
Lebih lanjut Fadel menegaskan bahwa program pembangunan kelautan dan perikanan perlu konvergensi agar fokus. Untuk itu diperlukan peta jalan (road map) agar semua program dan kegiatan berada pada satu alur kebijakan. Sedikitnya ada tujuh ranah kegiatan ekonomi kelautan yang dapat digunakan sebagai wahana meningkatkan kesejahteraan rakyat dan ketahanan ekonomi bangsa Indonesia yakni: perikanan, wisata bahari, pertambangan bahwa laut, transportasi laut, bangunan kelautan, dan industri kelautan.
Ranah kegiatan ekonomi kelautan ini membutuhkan program pembangunan yang konvergen dan peta jalan agar semua program dan kegiatan berada dalam satu alur kebijakan yang berpijak pada tiga pilar pembangunan kelautan. Pilar pertama adalah National Ocean Policy (Kebijakan Nasional Kelautan) yang merupakan payung hukum dan road maps yang memandu arah pembangunan nasional sektor kelautan. Pilar kedua adalah Kebijakan Ekonomi Kelautan Nasional (National Economic Policy). Ini merupakan roadmap yang menuntun penggunaan dan pemanfaatan Ocean
Resources yang didedikasikan untuk kepentingan nasional yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Pilar ketiga, adalah Tata Kelola yang baik untuk Kelautan (Ocean Governance). Ini merupakan code of conduct dalam pengelolaan kelautan secara holistik.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, HP.0816193391
Keputusan Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Kelautan telah berdampak kepada terangkatnya isu kelautan sebagai mainstream pembangunan ekonomi nasional. Menurutnya, Indonesia memiliki laut dengan potensi yang belum dikelola secara optimal sehingga ekonomi kelautan diibaratkan sebagai raksasa tidur. Berpijak pada fakta inilah, Gus Dur berupaya mensinergikan pembangunan nasional antara orientasi daratan dan lautan.
Wafatnya Gus Dur di penghujung tahun 2009 telah membuat semua merasa kehilangan, terutama bagi masyarakat kelautan. Setidaknya terdapat tiga tokoh fenomenal yang berjasa besar terhadap kebaharian di Indonesia. Pertama adalah Ir. H. Djuanda, Perdana Menteri yang mendeklarasikan dasar-dasar negara kepulauan pada tanggal 13 Desember 1957, selanjutnya moment tersebut ditetapkan sebagai Hari Nusantara. Kedua adalah Komodor Yos Sudarso, komandan kapal perang yang gugur melawan penjajah Belanda di Laut Aru, sebagai simbol patriotisme, nasionalisme dan keberanian berjihad di laut. Ketiga, adalah KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur, yang pada saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia keempat, yang pada tanggal 10 November 1999 membentuk Departemen Eksplorasi Laut (sekarang Kementerian Kelautan dan Perikanan), merupakan penerobos strategis pembangunan nasional.
Langkah ini memiliki implikasi yang sangat besar bagi Indonesia sebagai negara maritim. Karena berbentuk kepulauan yang luas, maka faktor kesulitan dan permasalahannya menjadi sangat kompleks dan mahal. Untuk menanganinya, diperlukan unit organisasi pemerintahan yang proporsional, yakni setingkat Departemen. Apalagi bila dipertimbangkan tantangan untuk mengelola potensinya yang luar biasa. Sikap strategis Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Laut itu tentu tidak terduga dan mencengangkan. Hal ini mudah difahami, karena saat itu paradigma tokoh pemerintahan, maupun masyarakat pada umumnya, masih
berorientasi terestrial atau memandang ke darat.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad menyebutkan bahwa mengabaikanlaut sama saja dengan menutup diri, karena laut adalah jalan menuju pergaulan internasional.Inilah yang dialami oleh bangsa Indonesia dalam waktu yang relatif lama akibatnya budaya bahari berangsur-angsur melemah kita tidak mampu memanfaatkan laut untuk membangun kemakmuran. Peradaban bahari yang nyaris terputus dicoba disambung kembali oleh Gus Dur. Visi Gus Dur menjadikan laut sebagai penyangga ekonomi bangsa dijalankan dengan konsisten.
Lebih lanjut Fadel menegaskan bahwa program pembangunan kelautan dan perikanan perlu konvergensi agar fokus. Untuk itu diperlukan peta jalan (road map) agar semua program dan kegiatan berada pada satu alur kebijakan. Sedikitnya ada tujuh ranah kegiatan ekonomi kelautan yang dapat digunakan sebagai wahana meningkatkan kesejahteraan rakyat dan ketahanan ekonomi bangsa Indonesia yakni: perikanan, wisata bahari, pertambangan bahwa laut, transportasi laut, bangunan kelautan, dan industri kelautan.
Ranah kegiatan ekonomi kelautan ini membutuhkan program pembangunan yang konvergen dan peta jalan agar semua program dan kegiatan berada dalam satu alur kebijakan yang berpijak pada tiga pilar pembangunan kelautan. Pilar pertama adalah National Ocean Policy (Kebijakan Nasional Kelautan) yang merupakan payung hukum dan road maps yang memandu arah pembangunan nasional sektor kelautan. Pilar kedua adalah Kebijakan Ekonomi Kelautan Nasional (National Economic Policy). Ini merupakan roadmap yang menuntun penggunaan dan pemanfaatan Ocean
Resources yang didedikasikan untuk kepentingan nasional yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Pilar ketiga, adalah Tata Kelola yang baik untuk Kelautan (Ocean Governance). Ini merupakan code of conduct dalam pengelolaan kelautan secara holistik.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, HP.0816193391
Pewarta:
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010
Tags: