Padang (ANTARA News) - Koordianator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Usman Hamid, meminta Polda Papua untuk melakukan pengusutan terhadap tindakan penembakan dan penyiksaan yang menyebabkan terbunuhnya Yawan Wayeni.

"Pengusutan tersebut dibutuhkan, sebagai sikap pertanggungjawaban hukum Polda Papua terhadap pembunuhan Yawan Wayeni," kata Usman Hamid dihubungi dari Padang, Jumat.

Ia mengatakan hal itu terkait penilaian Kontras bahwa Pemerintah dan aparat penegak hukum Papua masih saja melakukan tindakan disriminasi, stigmatisasi terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam gerakan mendukung kemerdekaan di Papua, termasuk para tahanan politik.

Sementara itu, Yawan Wayeni adalah anggota tim 100 yang menyerukan kemerdekaan di depan istana presiden tahun 1999. Korban juga bergabung Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua - Yapen Waropen meski tidak lagi aktif setelah terbentuknya Dewan Adat Papua.

Karena aktifitasnya, ia dicurigai sebagai aktifis penggerak TPN/OPM maka korban masuk dalam daftar pencarian orang Polda Papua. Anak korban yang masih pelajar SMP di Serui sering mendapatkan teror oleh anggota Polisi/TNI yang mencari tahu keberadaan korban.

Aktivis politik di Papua itu tewas ditembak pada 13 Agustus 2009 di Serui.

Menurut Usman, berdasarkan informasi yang diterima KontraS, pada 13 Agustus 2009 terjadi operasi penyisiran yang dilakukan oleh Brimob Polda Papua dalam rangka menindaklanjuti operasi gabungan dari Polres Kepulauan Yapen dan TNI Komp Rajawali untuk mencari keberadaan kelompok OPM, 11 Juli 2009.

"Pada saat itu, korban sedang berburu kaskus dihutan Mantembu yang terdeteksi oleh Brimob Polda Papua. Karena bermaksud untuk menyelamatkan istri dan anaknya yang masih kecil, korban kembali ke gubuk namun saat itu telah terjadi pengepungan," katanya.

Saat akan mengamankan diri, kata Usman, korban ditembak dibagian betis sebelah kiri. Sementara berdasarkan keterangan istri korban, mereka kemudian dipisahkan. Istri dan anak korban diamankan ditempat yang terpisah dengan korban.

"Saat itu, istri korban menyaksikan korban diikat di kedua tangan dan kaki kemudian diikatkan di sebuah kayu. Korban dipaksa untuk berteriak Papua merdeka oleh para pelaku, yang diduga anggota Brimob Polda Papua," katanya.

Salah seorang pelaku menikam korban dengan sangkur di perut bagian tengah dan mengakibatkan perut korban robek ke bagian bawah sehingga usus korban terbuai keluar (foto dan video terlampir).

Dalam kondisi yang memiriskan tersebut, korban dipaksa untuk di-BAP lalu diarak keliling kampung Montembu oleh anggota brimob yang bersenjata laras panjang.

Pada malam hari, keluarga baru mendapat kabar bahwa korban dibunuh dan saat itu berada di RS Serui. Keluarga kemudian mencari keberadaan korban. Setelah ditemukan mayatnya di RS Serui pada malam itu juga keluarga korban memutuskan untuk memakamkan korban.

"Hingga kini atas kasus pembunuhan aktivis Papua itu, Polda Papua terkesan tidak ada pertanggungjawabannya secara hukum," katanya yang seharusnya pula penyelesaian konflik di Papua tidak dilakukan dengan kekerasan, tetapi mengedepankan cara-cara dialog yang damai dan komprehensif dengan melibatkan seluruh elemen pemerintah dan masyarakat.
(F011/P003)