Solo (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) RI meminta mahasiswa mewaspadai era post truth atau pascakebenaran menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

"Era post truth, pada era virtual seolah-olah ada kebenaran, padahal kebenaran tersebut belum tentu benar," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kominfo) RI Widodo Muktiyo saat mengisi kegiatan "Forum Diskusi Publik: Peran Mahasiswa dalam Menyukseskan Pemilihan Serentak 2020 di Ruang Digital" di Solo, Jumat.

Dirjen IKP Kominfo mengatakan bahwa era post truth sering kali dikecohkan dengan permainan narasi dan efek visual seolah apa yang disampaikan itu benar sehingga berdampak pada terganggunya akal kritis seseorang oleh argumen yang disampaikan.

Baca juga: Forum Davos hadapi krisis kepercayaan di era 'post-truth'

Kondisi tersebut, lanjut Widodo Muktiyo, perlu menjadi catatan masyarakat virtual yang memiliki karakteristik tinggi.

"Oleh karena itu, kita harus ingat punya hati dan pikiran. Ini membimbing pemahaman kita pada era informasi tersebut," katanya.

Informasi, lanjut dia, juga bisa menjadi racun dalam jiwa seseorang, termasuk pilkada jangan sampai mendapat informasi tidak akurat karena lewat virtual.

"Di situ (secara virtual) tidak ada pimred, dewan redaksi sehingga kontrol terhadap kebenaran fakta menjadi indivual," katanya.

Berdasarkan informasi yang dimilikinya, dari sekitar 90 persen berita tidak benar atau hoaks merupakan sesuatu yang disengaja dengan tujuan tertentu.

Dari berita-berita hoaks yang beredar di tengah masyarakat tersebut, dia menyebutkan 61 persennya bersifat menghasut.

"Jadi, tidak akurat datanya, mereka melakukan itu bukan karena iseng sehingga (penerima informasi) harus hati-hati, itulah yang jadi tugas mahasiswa untuk lebih kritis karena saat ini informasi sangat terbuka," katanya.

Baca juga: Kominfo: "post truth" ganggu komunikasi publik selama pandemi

Menurut dia, mahasiswa yang merupakan pemilih muda memiliki kontribusi besar mengingat pada pilkada kali ini sebanyak 40 persen pemilihnya merupakan Generasi Z yang di antaranya merupakan mahasiswa.

"Jadi, Indonesia tidak hanya memiliki bonus demografi, tetapi ini juga menjadi bonus di dalam pilkada. Mahasiswa menjadi SDM yang banyak menentukan pemimpin masa depan. Ini kesempatan menentukan pilihan, mudah-mudahan yang terbaik karena pikiran kritis kita," katanya.

Widodo Muktiyo berharap mahasiswa bisa menjadi agen perubahan yang dimulai dengan memilih para pemimpinnya.

Ia meminta mahasiswa mampu menunjukkan literasinya melalui virtual dengan menjadi agen perubahan.

Selain itu, kata dia, juga mampu menjadi penjaga nilai luhur pendiri bangsa, jadi penerus bangsa. Indonesia tahun 2045 akan jadi lima besar bangsa modern di dunia.

"Oleh karena itu, penerus berkewajiban membuat fondasi itu, termasuk menjadi pengontrol sosial," katanya.