Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyatakan, penggunaan alat penangkapan ikan saat ini harus menggunakan teknologi ramah lingkungan sehingga sumber daya ikan terjamin kelestariannya, serta kesejahteraan masyarakat nelayan dapat tercapai.

"Teknologi penangkapan ikan dengan beberapa alat yang kurang selektif dan merusak lingkungan harus menjadi perhatian kita bersama," kata Sudin dalam rilis di Jakarta, Jumat.

Sudin mengemukakan bahwa alat tangkap yang ramah lingkungan memiliki kriteria penting, yaitu selektivitas tinggi, tidak membahayakan nelayan dan konsumen, serta produksi berkualitas.

Baca juga: KKP lepasliarkan 30 penyu di Pulau Barrang Caddi Sulsel

Ia mengingatkan, Organisasi Pangan PBB (FAO) telah menetapkan sembilan kriteria alat tangkap antara lain, memiliki selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya, serta tidak membahayakan nelayan atau pihak penangkap ikan tersebut.

Kemudian, Kriteria lainnya adalah produk tidak membahayakan kesehatan konsumen, hasil tangkapan yang terbuang minimum, alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumber daya hayati, tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah.

Namun, lanjutnya, hingga kini alat tangkap cantrang masih merupakan alat tangkap yang dianggap nelayan skala kecil atau sedang paling efektif dan ekonomis untuk menangkap berbagai jenis komoditi ikan dan udang.

Baca juga: Menteri Edhy ingin pemda optimalkan program KUR-permodalan KKP

Padahal, ia mengingatkan bahwa cantrang hanya memenuhi 3 dari 9 indikator FAO, sehingga cantrang sebetulnya termasuk ke dalam alat tangkap yang sangat merusak lingkungan.

Selain itu, ujar Sudin, penggunaan alat tangkap cantrang dengan cara ditarik ditengarai dapat menyapu sumber daya perikanan dan merusak lingkungan perairan tempat cantrang dioperasikan.

"Permasalahan cantrang yang lain meliputi, permasalahan perizinan yang kurang tertib, praktek IUU fishing, menimbulkan konflik antarnelayan, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, terancamnya kelestarian, dan permasalahan stok ikan yang mulai menurun," paparnya.

Lebih lanjut, masih menurut Sudin, dalam hal memicu konflik antarnelayan, cantrang menyebabkan terjadinya kompetisi daerah penangkapan.

Ia juga mengingatkan bahwa cantrang juga memiliki selektivitas yang rendah sehingga mendapatkan hasil tangkapan sampingan yang jumlahnya kadangkala lebih besar dibandingkan hasil tangkapan yang ditargetkan.

Untuk itu, Sudin menilai isu diperbolehkannya kembali cantrang merupakan salah satu permasalahan besar dan kompleks yang akan terjadi ke depannya.