Jakarta (ANTARA News) - Tim penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu juga memeriksa Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Ardhayadi Mitroatmodjo, terkait kasus Bank Century.

Ardhayadi menjalani pemeriksaan di gedung KPK di Jakarta sejak pukul 10.00 WIB dan baru selesai delapan jam kemudian.

Mantan Direktur Pengawasan Bank II BI itu mengaku diperiksa tentang aliran dana Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp689 miliar kepada Bank Century.

"Diklarifikasi secara umum tentang FPJP saja," katanya kepada wartawan, namun ia tidak menjelaskan secara rinci tentang isi klarifikasi tersebut.

Ardhayadi juga tidak memberi penjelasan ketika ditanya kenapa Bank Century layak mendapat suntikan dana dari BI.

Pada hari yang sama, tim penyelidik KPK juga memeriksa mantan pemilik Bank Century, Robert Tantular.

Robert yang keluar lebih dulu juga mengaku diperiksa tentang aliran dana Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Terpidana kasus penggelapan dana nasabah Bank Century itu mengaku menjawab 13 pertanyaan yang diajukan oleh tim penyelidik KPK.

Menurut Robert, sebagian besar pertanyaan itu tentang proses permohonan FPJP yang diajukan oleh Bank Century kepada Bank Indonesia (BI).

"Ya saya sudah jelaskan semua," kata Robert.

Dia mengaku tidak turut campur dalam aliran FPJP itu. Menurut dia, FPJP adalah hasil koordinasi antara BI dan direksi Bank Century, bukan dengan dirinya sebagai pemilik bank.

Robert menolak menyebut nama orang yang paling bertanggungjawab dalam aliran FPJP.

"Saya tidak berwenang soal itu," katanya.

Dalam kasus Bank Century, KPK juga telah memeriksa beberapa pejabat BI, antara lain Deputi Gubernur BI Budi Mulya, Muliaman D. Hadad, dan Budi Rochadi.

Kemudian, Direktur Pengawasan Bank I Bank Indonesia (BI) Budi Armanto, Deputi Direktur pada Direktorat Pengawasan Bank I BI Heru Kristiana, Direktur pada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah.

Kemudian, pegawai pada Direktorat Pengawasan BI Pahla Santosa, dan pegawai BI yang juga anggota Satgas Pengawasan Bank Century Ahmad Fuad.

Selain itu, Direktur Klaim dan Resolusi Bank Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Noor Cahyo, Kepala Divisi Penjaminan LPS Poltak L. Tobing, dan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Ahmad Fuad Rahmany juga telah diperiksa.

Kasus Bank Century mencuat setelah publik mengetahui pengucuran dana Bank Indonesia (BI) dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.

Pengucuran FPJP berawal ketika Bank Century mengajukan permohonan repo aset kepada BI pada Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun karena mengalami kesulitan likuiditas. Namun, menurut audit Badan Pemerisa Keuangan (BPK), BI memproses permohonan itu sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Pada saat permohonan itu diajukan, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century adalah 2,35 persen. Padahal, peraturan BI nomor 10/26/PBI/2008 menyatakan sebuah bank harus memiliki CAR minimal delapan persen untuk mengajukan permohonan pendanaan.

Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI tersebut sehingga bank yang memiliki CAR positif bisa mengajukan permohonan. Padahal menurut BPK, saat itu hanya Bank Century yang rasio keucukupan modalnya di bawah delapan persen.

Namun demikian, BI tetap mencairkan FPJP kepada Bank Century secara bertahap sejak 14-18 November 2008 hingga mencapai Rp689 miliar.

Pada bulan yang sama, Bank Century juga menerima kucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga mencapai Rp6,7 triliun.

Pengucuran dana LPS itu bermula pada 20 November 2008, ketika BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melalui surat rahasia nomor 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008.

Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008 dini hari. Rapat dimulai pukul 00.11 WIB dan dilanjutkan dengan rapat tertutup pada pukul 04.00 WIB sampai 06.00 WIB.

Berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, dan dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK.

Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menyetujui aliran dana penanganan Bank Century melalui LPS.

BPK berkesimpulan, BI tidak memberikan data mutakhir mengenai kondisi Bank Century sehingga terjadi peningkatan biaya penanganan Bank Century dari semula sebesar Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun.

(F008/S026)