Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam rilisnya diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan untuk menghadapi ancaman sekutu dan tentara Belanda yang hendak menjajah kembali, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) itu menyampaikan fatwa membela bangsa dan negara hukumnya wajib, terutama bagi warga yang berada di Surabaya dan sekitarnya.
Selanjutnya, mereka yang gugur dalam peperangan, berarti mati syahid. Sedangkan mereka yang berkhianat boleh diperangi.
“Berkat fatwa itulah arek-arek Surabaya berjuang mati-matian melawan sekutu yang diboncengi tentara Belanda," kata dia.
Baca juga: HNW harap generasi muda teladani tokoh muda era perjuangan
Padahal, tantara sekutu menggunakan senjata modern, tetapi arek-arek Surabaya yang tergabung dalam beberapa barisan, seperti Laskar Santri dan Laskar Hisbullah tidak mudah dikalahkan.Baca juga: HNW harap generasi muda teladani tokoh muda era perjuangan
"Hingga peperangan itu berlangsung hampir satu bulan lamanya,” kata HNW menambahkan.
Sejarah tentang Hari Pahlawan pada khususnya dan perjuangan kemerdekaan Indonesia pada umumnya, menurut HNW, harus diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia, karena memahami sejarah dengan benar bisa meminimalisir potensi bertambahnya oknum masyarakat yang mengalami Islamophobia maupun Indonesiaphobia.
“Saya tidak setuju dengan pendapat beberapa pihak yang mengusulkan penghapusan mata pelajaran sejarah dan agama," ucap HNW.
Pelajaran sejarah, menurut dia, penting untuk mengajarkan masa lalu kepada generasi milenial.
Baca juga: Hidayat Nur Wahid: Tidak sulit pahami dan laksanakan Pancasila
"Agar mereka tahu perjuangan masa lalu para pahlawan termasuk ulama. Sedangkan pelajaran agama penting untuk memberikan pegangan, cara beragama yang benar sesuai kaidah masing-masing agama,” ucapnya.Baca juga: Hidayat Nur Wahid: Tidak sulit pahami dan laksanakan Pancasila
Mereka yang mengalami Islamophobia, kata HNW, karena tidak memahami sejarah. Seolah-olah umat Islam dan para ulama tidak memiliki peran apapun dalam perjuangan.
Padahal, menurut dia, umat Islam dan para ulama memiliki jasa yang sangat besar. Salah satunya adalah menyelamatkan Pancasila dan NKRI.
“Mereka yang Indonesiaphobia, sehingga istilah kafir dan thoghut muncul karena tidak memahami agamanya dengan baik. Padahal, lahirnya NKRI merupakan buah jihad dan ijtihat para ulama, sehingga harus dijaga dan pertahankan,” kata dia.
Pada kesempatan itu HNW juga menambahkan, salah satu tujuan dilakukannya Sosialisasi Empat Pilar MPR adalah melempangkan kembali nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang bengkok.
Selain itu, sosialisasi juga berfungsi mengingatkan dan menyegarkan kembali tentang empat pilar.
Baca juga: HNW: Jangan abaikan peran NU-Muhammadiyah sebagai penggerak pendidikan
“Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Karena itu agar masyarakat menyayangi negaranya, mereka harus dikenalkan kembali akan Indonesia, agar lebih sayang, mereka harus lebih kenal Indonesia,” ujarnya.Baca juga: HNW: Jangan abaikan peran NU-Muhammadiyah sebagai penggerak pendidikan
HNW di depan masyarakat Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, juga menyampaikan selamat datang kepada Rizieq Shihab yang telah kembali ke Indonesia.
"Kepulangan Rizieq Shihab bertepatan dengan Hari Pahlawan merupakan kabar yang membahagiakan, karena pada Hari Pahlawan seluruh bangsa Indonesia diajak untuk mengingat kembali jasa para pahlawan," katanya.
Wakil Ketua MPR menyampaikan soal Hari Pahlawan itu secara daring dalam acara Temu Tokoh Nasional. Acara tersebut berlangsung di Pondok Pesantren Takhfidzul Al Quran (PPTQ) Ibnu Abbas Klaten Jawa Tengah, Selasa (10/11).
Baca juga: MPR ajak komunitas motor terapkan nilai Empat Pilar
Selain HNW, acara tersebut juga menghadirkan dua narasumber lain, yaitu Dr Muhammad Mu'inudinillah MA (Direktur PPTQ Ibnu Abbas Klaten) dan Hadi Santoso MSi (Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah).Baca juga: MPR ajak komunitas motor terapkan nilai Empat Pilar