Artikel
Mencari pahlawan di tengah pandemi COVID-19
Oleh Suriani Mappong
10 November 2020 23:27 WIB
Suasana peringatan Hari Pahlawan yang dipimpin oleh Irup Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah di Makassar, Selasa (10/11/2020). ANTARA/Humas Pemprov Sulsel
Makassar (ANTARA) - Sebelum kemerdekaan, status pahlawan disandang oleh para pejuang yang mengangkat bambu runcing, tak kenal kasta, agama, bahasa dan suku bahu-membahu merebut kedaulatan bangsa dari tangan penjajah.
Hingga akhirnya masa kemerdekaan sudah di tangan pada 18 Agustus 1945 dan titik awal kehidupan berbangsa dan negara pun dimulai.
Perekonomian mulai ditata, kehidupan sosial diselaraskan dengan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan penguatan diplomasi dengan negara lain dibangun.
Setahap demi setahap, NKRI ikut berkancah di dunia internasional, bukan hanya membahas persoalan ekonomi, sosial, lingkungan, pertahanan dan keamanan, tetapi segala lini kehidupan.
Tersebutlah masa pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, Transisi, Reformasi dan kini pemerintahan berhadapan dengan era revolusi 4.0, lalu kini harus menghadapi masa pandemi COVID-19 yang terjadi secara global.
Dari lorong-lorong waktu dan perubahan tersebut, selalu ada yang akan tampil menjadi pahlawan. Pahlawan yang sesungguhnya dan ada pula pahlawan yang mengejar pencitraan.
Kini, peringatan Hari Pahlawan yang telah ditetapkan setiap 10 November, sungguh jauh berbeda dengan peringatan momen tahun-tahun sebelumnya.
Pasalnya, tidak ada kemeriahan di sudut-sudut kota hingga desa, kalaupun ada upacara, dibatasi jumlah pesertanya demi menjaga protokol kesehatan pada masa pandemi COVID-19.
Baca juga: Kemensos salurkan bantuan bagi keluarga pejuang
Minus kemeriahan
Di Kota Makassar misalnya, peringatan Hari Pahlawan diperingati dengan upacara yang sangat sederhana dan ziarah ke Taman Makam Pahlawan yang dilakukan Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah dan Penjabat Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin.
Tak ada kemeriahan seperti tahun-tahun sebelumnya, termasuk lomba-lomba kepemudaan memperingati Hari Pahlawan. Semua lebih terkonsentrasi berupaya mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19.
Penyebaran COVID-19 yang mulai melanda dunia pada awal 2020, kemudian masuk ke Indonesia pada Maret 2020 dan menyebar ke seluruh pelosok negeri. Tentu menjadi pukulan berat bagi bangsa dan negara ini. Masyarakat prasejahtera terus bertambah di tengah pandemi, akibat pengurangan tenaga kerja yang berbuntut sebagian besar pekerja dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal itu seiring dengan semakin banyaknya jumlah pasien terkonfirmasi COVID-19, bahkan berujung pada kematian. Berdasarkan data Tim Gugus Penanggulangan kasus COVID-19 diketahui, hingga saat ini terdapat
444 ribu kasus dengan jumlah pasien sembuh 376 ribu orang dan meninggal dunia sebanyak 14.761 orang.
Laju penyebaran kasus COVID-19 pun terus ditekan, perjuangan tim medis, paramedis, relawan dan masyarakat menjadi saksi sejarah di masa pandemi.
Semangat juang dan solidaritas kembali teruji. Bukan lagi dengan mengangkat bambu runcing sebagai pertanda perlawanan, tetapi dengan sikap kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan dan membantu yang terdampak COVID-19 agar dapat bangkit kembali.
Baca juga: Gubernur: Hari Pahlawan momentum berjuang lawan permasalahan bangsa
Peran relawan
Adanya pandemi ini juga telah menggugah kalangan yang mapan dari segi ekonomi untuk berbagi dengan sesama. Banyak cara yang dilakukan, mulai dengan membagikan sembako, modal usaha hingga menciptakan lapangan kerja baru berbasis daring (on line).
Para dermawan tersebut telah membantu meringankan beban pemerintah di lapangan dalam mengatasi kondisi yang serba terbatas. Selain aksi sosial yang dilakukan kelompok elit ataupun sosialita itu, para relawan pun tak kalah pentingnya membantu yang terpuruk akibat pandemi.
Meski tanpa material dan finansial, relawan guru keliling menelusuri pelosok negeri agar anak-anak tidak terputus pendidikannya, khususnya yang tidak mampu mengakses jaringan internet untuk belajar daring.
Sementara operator seluler pun turun tangan membantu siswa yang belajar daring dengan menyediakan data/kuota gratis. Kemitraan terjalin dengan sekolah dan kampus perguruan tinggi, demi membantu siswa dan mahasiswa untuk tetap belajar jarak jauh.
Pengelola jasa daring pun tak mau berdiam diri, dengan segala kemampuannya menguasai pasar digital telah membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-harinya tanpa perlu kontak langsung dengan orang lain.
Tak heran, pada masa pandemi ini juga telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk cepat melek digital dengan bertransformasi pada teknologi informasi sesuai tuntutan era Revolusi 4.0.
Hal itu diakui salah seorang pedagang pasar tradisional, Pasar Terong Makassar, H Baharuddin. Sebelumnya hanya menjual sembako dengan bertransaksi langsung dengan pembeli.
Namun kini, sudah memanfaatkan layanan sosial media dan aplikasi digital untuk berjualan sembako dalam memenuhi permintaan pelanggannya. Melalui jasa kurir atau transportasi daring ini, semua akhirnya dapat terpenuhi.
Baca juga: Belitung tetap perjuangan H AS Hanandjoeddin menjadi pahlawan nasional
Ditunggangi pilkada
Tentu dalam tatanan kehidupan baru ini, tak sulit menemukan pahlawan di lapangan yang rela mengorbankan waktu, tenaga bahkan materi untuk membantu sesama.
Semoga para pejuang di tengah pandemi COVID-19 ini, tetap konsisten dengan di jalannya, bukan menjadi pejuang sesaat yang kemudian tertunggangi oleh kepentingan politik atau kelompok yang hanya mengejar popularitas belaka.
Apalagi jika bantuan tersebut berkedok bantuan sosial namun ujung-ujungnya untuk kepentingan politik yang akan menguntungkan sekelompok orang saja, bukan untuk kemakmuran bersama.
Pasalnya, momen Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020 diwarnai dengan aksi "PDKT" alias pendekatan pada konstituen atau calon pemilih. Berbagai cara dilakukan ada yang membagi-bagikan masker, sembako dan sebagainya.
Menghadapi hal itu, masyarakat dituntut menjadi pemilih cerdas dan bijak, sehingga kelak tidak salah menentukan pilihannya ketika masuk ke bilik tempat pemungutan suara (TPS) pada 9 Desember 2020.
Semoga pemimpin yang terpilih pada pilkada serentak 2020 mampu menjadi pejuang yang sesungguhnya yang juga dapat menghargai jasa para pahlawannya dan mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia. Bukankah kata-kata bijak menyebutkan, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya".*
Baca juga: Wali Kota Bogor: Bangsa butuhkan pahlawan pemersatu
Hingga akhirnya masa kemerdekaan sudah di tangan pada 18 Agustus 1945 dan titik awal kehidupan berbangsa dan negara pun dimulai.
Perekonomian mulai ditata, kehidupan sosial diselaraskan dengan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan penguatan diplomasi dengan negara lain dibangun.
Setahap demi setahap, NKRI ikut berkancah di dunia internasional, bukan hanya membahas persoalan ekonomi, sosial, lingkungan, pertahanan dan keamanan, tetapi segala lini kehidupan.
Tersebutlah masa pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, Transisi, Reformasi dan kini pemerintahan berhadapan dengan era revolusi 4.0, lalu kini harus menghadapi masa pandemi COVID-19 yang terjadi secara global.
Dari lorong-lorong waktu dan perubahan tersebut, selalu ada yang akan tampil menjadi pahlawan. Pahlawan yang sesungguhnya dan ada pula pahlawan yang mengejar pencitraan.
Kini, peringatan Hari Pahlawan yang telah ditetapkan setiap 10 November, sungguh jauh berbeda dengan peringatan momen tahun-tahun sebelumnya.
Pasalnya, tidak ada kemeriahan di sudut-sudut kota hingga desa, kalaupun ada upacara, dibatasi jumlah pesertanya demi menjaga protokol kesehatan pada masa pandemi COVID-19.
Baca juga: Kemensos salurkan bantuan bagi keluarga pejuang
Minus kemeriahan
Di Kota Makassar misalnya, peringatan Hari Pahlawan diperingati dengan upacara yang sangat sederhana dan ziarah ke Taman Makam Pahlawan yang dilakukan Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah dan Penjabat Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin.
Tak ada kemeriahan seperti tahun-tahun sebelumnya, termasuk lomba-lomba kepemudaan memperingati Hari Pahlawan. Semua lebih terkonsentrasi berupaya mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19.
Penyebaran COVID-19 yang mulai melanda dunia pada awal 2020, kemudian masuk ke Indonesia pada Maret 2020 dan menyebar ke seluruh pelosok negeri. Tentu menjadi pukulan berat bagi bangsa dan negara ini. Masyarakat prasejahtera terus bertambah di tengah pandemi, akibat pengurangan tenaga kerja yang berbuntut sebagian besar pekerja dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal itu seiring dengan semakin banyaknya jumlah pasien terkonfirmasi COVID-19, bahkan berujung pada kematian. Berdasarkan data Tim Gugus Penanggulangan kasus COVID-19 diketahui, hingga saat ini terdapat
444 ribu kasus dengan jumlah pasien sembuh 376 ribu orang dan meninggal dunia sebanyak 14.761 orang.
Laju penyebaran kasus COVID-19 pun terus ditekan, perjuangan tim medis, paramedis, relawan dan masyarakat menjadi saksi sejarah di masa pandemi.
Semangat juang dan solidaritas kembali teruji. Bukan lagi dengan mengangkat bambu runcing sebagai pertanda perlawanan, tetapi dengan sikap kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan dan membantu yang terdampak COVID-19 agar dapat bangkit kembali.
Baca juga: Gubernur: Hari Pahlawan momentum berjuang lawan permasalahan bangsa
Peran relawan
Adanya pandemi ini juga telah menggugah kalangan yang mapan dari segi ekonomi untuk berbagi dengan sesama. Banyak cara yang dilakukan, mulai dengan membagikan sembako, modal usaha hingga menciptakan lapangan kerja baru berbasis daring (on line).
Para dermawan tersebut telah membantu meringankan beban pemerintah di lapangan dalam mengatasi kondisi yang serba terbatas. Selain aksi sosial yang dilakukan kelompok elit ataupun sosialita itu, para relawan pun tak kalah pentingnya membantu yang terpuruk akibat pandemi.
Meski tanpa material dan finansial, relawan guru keliling menelusuri pelosok negeri agar anak-anak tidak terputus pendidikannya, khususnya yang tidak mampu mengakses jaringan internet untuk belajar daring.
Sementara operator seluler pun turun tangan membantu siswa yang belajar daring dengan menyediakan data/kuota gratis. Kemitraan terjalin dengan sekolah dan kampus perguruan tinggi, demi membantu siswa dan mahasiswa untuk tetap belajar jarak jauh.
Pengelola jasa daring pun tak mau berdiam diri, dengan segala kemampuannya menguasai pasar digital telah membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-harinya tanpa perlu kontak langsung dengan orang lain.
Tak heran, pada masa pandemi ini juga telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk cepat melek digital dengan bertransformasi pada teknologi informasi sesuai tuntutan era Revolusi 4.0.
Hal itu diakui salah seorang pedagang pasar tradisional, Pasar Terong Makassar, H Baharuddin. Sebelumnya hanya menjual sembako dengan bertransaksi langsung dengan pembeli.
Namun kini, sudah memanfaatkan layanan sosial media dan aplikasi digital untuk berjualan sembako dalam memenuhi permintaan pelanggannya. Melalui jasa kurir atau transportasi daring ini, semua akhirnya dapat terpenuhi.
Baca juga: Belitung tetap perjuangan H AS Hanandjoeddin menjadi pahlawan nasional
Ditunggangi pilkada
Tentu dalam tatanan kehidupan baru ini, tak sulit menemukan pahlawan di lapangan yang rela mengorbankan waktu, tenaga bahkan materi untuk membantu sesama.
Semoga para pejuang di tengah pandemi COVID-19 ini, tetap konsisten dengan di jalannya, bukan menjadi pejuang sesaat yang kemudian tertunggangi oleh kepentingan politik atau kelompok yang hanya mengejar popularitas belaka.
Apalagi jika bantuan tersebut berkedok bantuan sosial namun ujung-ujungnya untuk kepentingan politik yang akan menguntungkan sekelompok orang saja, bukan untuk kemakmuran bersama.
Pasalnya, momen Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020 diwarnai dengan aksi "PDKT" alias pendekatan pada konstituen atau calon pemilih. Berbagai cara dilakukan ada yang membagi-bagikan masker, sembako dan sebagainya.
Menghadapi hal itu, masyarakat dituntut menjadi pemilih cerdas dan bijak, sehingga kelak tidak salah menentukan pilihannya ketika masuk ke bilik tempat pemungutan suara (TPS) pada 9 Desember 2020.
Semoga pemimpin yang terpilih pada pilkada serentak 2020 mampu menjadi pejuang yang sesungguhnya yang juga dapat menghargai jasa para pahlawannya dan mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia. Bukankah kata-kata bijak menyebutkan, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya".*
Baca juga: Wali Kota Bogor: Bangsa butuhkan pahlawan pemersatu
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: