New York (ANTARA News) - Pemerintah Pakistan di bawah kepemimpinan Jenderal Pervez Musharraf dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas buruknya pengamanan hingga menyebabkan bekas Perdana Menteri (PM) Benazir Bhutto tewas dalam serangan bersenjata saat berkampanye di Rawalpindi, Pakistan.

Demikian salah satu simpulan laporan Komisi Pengusut bentukan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dikeluarkan Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Kamis.

Komisi yang dibentuk atas permintaan Pemerintah Pakistan dan menjalankan mandat sejak 1 Juli 2009 hingga 30 Maret 2010 itu dipimpin oleh Duta Besar Chile, Heraldo Munoz, beranggotakan mantan Jaksa Agung Indonesia, Marzuki Darusman, dan veteran kepolisian Irlandia, Peter Fitzgerald.

Heraldo Munoz yang berbicara kepada wartawan di Auditorium Dag Hammarskjold, Mabes PBB New York, Kamis petang, mengatakan bahwa Bhutto tewas pada 27 Desember 2007 ketika seorang anak laki-laki berumur 15,5 tahun melakukan pemboman bunuh di dekat kendaraan Bhutto.

"Tanggung jawab pengamanan pada hari terbunuhnya Bhutto ada pada Pemerintah federal, pemerintah (propinsi) Punjab dan Kepolisian Distrik Rawalpindi," kata Munoz.

"Tidak ada satupun dari ketiga pihak itu yang mengambil langkah penting untuk mengantisipasi resiko keamanan yang luar biasa yang mereka tahu dihadapi beliau (Benazir Bhutto, red)," ungkap Munoz, yang didampingi Marzuki Darusman saat jumpa pers berlangsung.

Ketika peristiwa pembunuhan terhadap Bhutto terjadi, Pervez Musharraf menjabat sebagai Presiden Pakistan. Jabatan presiden saat ini dipegang oleh Asif Ali Zardari, duda mendiang Benazir Bhutto.

Komisi Pengusut melihat bahwa pemerintahan Jenderal Musharraf mengetahui adanya ancaman keamanan serius terhadap Bhutto namun tidak membuat rencana pengamanan menyeluruh dan hanya mengandalkan pihak berwenang di tingkat propinsi untuk mengamankan situasi.

Menurut laporan Komisi, Bhutto saat itu mendapat ancaman dari sejumlah pihak, termasuk Al Qaida, Taliban, kelompok-kelompok jihad setempat dan kemungkinan juga dari kelompok yang sedang berkuasa di Pakistan.

"Pembunuhan terhadap Bhutto mungkin bisa dihindari jika langkah-langkah pengamanan yang memadai dijalankan," ujar Munoz.

Namun ketua Komisi Pengusut itu menyatakan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menuduh siapapun sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap tewasnya Bhutto.

"Yang jelas, laporan itu bisa berbicara apa adanya," kata Munoz.

Mandat Komisi Pengusut memang dibatasi hanya untuk mengumpulkan fakta-fakta dan peristiwa berkaitan dengan pembunuhan Bhutto.

Adapun tugas untuk menentukan siapa yang harus bertanggung jawab dalam kasus pembunuhan Bhutto, hal itu tetap menjadi kewenangan otoritas Pakistan.

Munoz mengatakan pembunuhan Benazir Bhutto terjadi di tengah sejarah kekerasan politik tanpa para pelaku mendapat hukuman.

Karena itu, Komisi menganggap Pakistan perlu mempertimbangkan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi guna melakukan investigasi terhadap berbagai pembunuhan bermotif politik, penghilangan orang serta terorisme.

Dalam melaksanakan tugasnya, Munoz, Marzuki dan Fitzgerald, melakukan 250 kali wawancara serta mengkaji ulang ratusan dokumen, video, foto dan bahan-bahan lainnya dari berbagai sumber, termasuk pemerintah federal dan propinsi Pakistan.

Komisi juga bertemu dengan perwakilan sejumlah negara lainnya seperti Afghanistan, Amerika Serikat, Inggris dan Uni Emirat Arab.

Sekjen PBB Ban Ki-moon yang menerima laporan Komisi Pengusut pada Kamis sore, kemudian menyampaikan laporan tersebut kepada Pemerintah Pakistan serta Dewan Keamanan PBB sebagai bahan informasi.
(T.K-TNY/B002/P003)