Jakarta (ANTARA News) - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dinilai harus dievaluasi setelah terjadinya peristiwa kerusuhan akibat dari upaya eksekusi paksa terhadap makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, Rabu.

"Satpol PP mutlak harus dievaluasi, dan Gubernur harus tanggung jawab," kata Ketua LSM Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, peristiwa tersebut terasa sangat memilukan di tengah upaya Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo untuk melakukan reformasi birokrasi pada aparatur Pemerintah Provinsi DKI.

Setara Institute memandang tindakan kekerasan Satpol PP dapat diindikasikan sebagai pelanggaran HAM.

"Bukan sekali ini saja Satpol PP melakukan kekerasan," katanya.

Hendardi juga meminta Pemprov DKI untuk meninjau prosedur penertiban yang menjadi petunjuk teknis ketika terjadi peristiwa kekerasan dalam upaya penertiban.

Hal tersebut, lanjutnya seharusnya dilakukan dengan mengubah pendekatan yang mengedepankan brutalisme dan arogan dengan pendekatan dialog-persuasif yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.

Selain itu, ujar dia, Pemprov DKI juga harus mengevaluasi pola rekrutmen anggota Satpol PP.

"Rekrutmen dilakukan bukan hanya untuk menampung tenaga kerja, akan tetapi rekrutmen juga diikuti dengan adanya keinginan dari setiap calon anggota Satpol PP untuk menjadi abdi negara yang memiliki cita-cita luhur menjaga ketertiban ibukota," katanya.

Ia juga mengatakan, apabila Satpol PP tidak bisa melakukan perbaikan dalam menjaga ketertiban warga negara maka selayaknya Satpol PP dibubarkan saja.

Dengan demikian, lanjutnya, mandat diberikan sepenuhnya kepada Polri untuk menjaga ketertiban masyarakat.
(T.M040/R009)