Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Salamm mengatakan perkara kode etik penyelenggara pemilu tidak mengenal batas waktu atau kedaluwarsa.

“Perkara etika tidak ada batas kedaluwarsa,” kata Alfitra dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia mengemukakan perkara kode etik berbeda dengan penanganan pelanggaran dugaan pidana pemilu atau sengketa.

Baca juga: DKPP: Pemeriksaan pelanggaran etik mengedepankan edukasi
Sebagai perbandingan, proses penanganan pelanggaran pemilu memiliki batas waktu tujuh hari sejak dugaan pelanggaran itu diketahui atau ditemukan.

“Sepanjang teradu masih aktif menjadi penyelenggara pemilu (dugaan pelanggaran kode etik bisa diproses),” kata Alfitra.

Sebelumnya, anggota DKPP Ida Budhiati telah mengingatkan penyelenggara pemilu senantiasa harus memiliki kesadaran etik yang tinggi.

Baca juga: DKPP: TPD harus pahami kode etik
Terlebih, menurut dia Pemilihan Kepala Daerah serentak 2020 yang akan digelar pada 9 Desember mendatang diselenggarakan dalam kondisi tidak normal akibat pandemi COVID-19.

“Sebagai penyelenggara pemilu harus mempunyai kesadaran etik yang tinggi, ibu dan bapak sudah memilih profesi di lingkungan penyelenggara pemilu artinya apa, sepenuhnya sudah menyerahkan kepada negara untuk dan mengurangi kebebasan yang dimiliki,” ucap Ida Budhiati.

Baca juga: DKPP berhentikan tetap enam penyelenggara pemilu
Ida optimistis pilkada serentak di tengah pandemi yang sedang berjalan ini akan membawa dampak signifikan terhadap penguatan demokrasi di masa depan.

"Oleh karena itu, penyelenggara pemilu harus mempersiapkan ‘pesta demokrasi’ sebaik mungkin, termasuk dari aspek etika," katanya.