New York (ANTARA) - Dolar AS jatuh ke level terendah dua minggu terhadap sekeranjang mata uang dan ke terendah tujuh bulan terhadap yen Jepang pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena lonjakan pasar saham mengurangi permintaan untuk greenback, dan Federal Reserve (Fed) mempertahankan kebijakan moneternya yang longgar.

Saham-saham melonjak karena taruhan pada Partai Republik akan mempertahankan kendali Senat meredakan kekhawatiran perubahan kebijakan besar yang dapat merugikan perusahaan Amerika di bawah Gedung Putih Joe Biden, bahkan ketika pemilihan presiden tergantung pada keseimbangan.

Kandidat Demokrat Jpe Biden pada Kamis (5/11/2020) beringsut mendekati kemenangan atas Presiden Donald Trump dalam pemilihan AS yang sangat ketat yang bergantung pada margin tipis, sementara Presiden dari Republik itu meluncurkan serangkaian tuntutan hukum dengan harapan bisa memperlambat lawannya.

Baca juga: Harga Emas melambung 50,6 dolar AS, jelang kemenangan Joe Biden

Tapi apa yang disebut "gelombang biru," di mana Demokrat juga mengambil kendali Senat dalam pemilihan kongres, tampak tidak mungkin.

“Investor menyukai gagasan (calon) presiden dari Demokrat dan Senat Republik yang pada dasarnya akan kembali ke keadaan normal yang stabil,” kata Direktur Pelaksana Strategi Valas BK Asset Management, Boris Schlossberg, di New York.

Indeks dolar jatuh 0,95 persen terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya menjadi 92,51.

Euro melonjak 0,99 persen menjadi 1,1838 dolar. Dolar merosot 0,95 persen terhadap yen Jepang menjadi 103,49 yen, terendah sejak 12 Maret, dan menembus dukungan teknis pada 104 yen yang sekarang kemungkinan akan membentuk resisten.

Baca juga: Harga minyak jatuh di tengah "lockdown" Eropa dan Pilpres AS

Yuan naik ke level tertinggi lebih dari dua tahun di 6,5994. Mata uang China telah sangat terpengaruh oleh perselisihan China-AS sejak pecahnya perang perdagangan bilateral pada 2018.

Dolar telah dirugikan oleh kebijakan suku bunga nol Federal Reserve dan pembelian obligasi yang sedang berlangsung saat bank sentral AS bertujuan untuk merangsang pertumbuhan setelah ekonomi dirusak oleh penutupan bisnis karena COVID-19.

Bank sentral AS pada Kamis (5/11/2020) berjanji lagi untuk melakukan apa pun dalam beberapa bulan mendatang untuk mempertahankan pemulihan ekonomi AS.

Baca juga: Rupiah ditutup menguat tajam, seiring membaiknya ekonomi triwulan III

Itu "hampir tidak berubah dari pesan pertemuan sebelumnya," kata Ahli Strategi Pasar DRW Trading, Lou Brien, di Chicago.

Beberapa analis mengatakan Federal Reserve mungkin perlu bertindak lebih jauh untuk meningkatkan ekonomi jika tidak ada pengeluaran fiskal yang besar, meskipun yang lain mencatat bahwa bank sentral kehabisan alat.

Jika imbal hasil obligasi AS naik secara berarti, Federal Reserve diharapkan untuk mengalihkan lebih banyak pembelian obligasi ke utang yang lebih lama guna menjaga suku bunga tetap rendah.

Baca juga: Pengamat: Jika Biden menang, bakal picu aliran modal masuk ke RI

Baca juga: Indonesia penting bagi siapapun pemenang Pilpres AS, ini alasannya