Jakarta (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah pasar tradisional di berbagai tempat di Jawa Tengah pada 2008 turun dibandingkan dengan tahun 2007. Dari 2.012 menjadi 1.842 unit pasar tradisional.
Sebaliknya, jumlah pasar modern tumbuh hingga hampir 400 unit di sepanjang 2008, terdiri dari mal, pasar swalayan, dan pusat perbelanjaan. Hebatnya lagi, pasar-pasar modern ini ada yang beroperasi 24 jam, yang jelas mempersempit jangkauan pasar tradisional dan pedagang kecil.
"Keberadaan pusat perbelanjaan modern yang tidak terkendali diperparah dengan waktu operasional yang mencapai 24 jam," kata Ketua Forum Pedagang Semarang Agustianto.
Akibatnya, mengutip Agustino, omzet pedagang kecil turun hingga 15 persen. Jelasnya, posisi pusat perbelanjaan yang sangat dekat dengan pasar tradisonal, ada yang bahkan hanya 50 meter dari pasar tradisional, telah mempengaruhi penjualan para pedagang kecil.
Para pedagang kecil dan pasar tradisional semakin terhimpit, padahal pasar tradisional adalah aset daerah yang menghidupi banyak orang.
"Jutaan orang di provinsi ini menggantungkan hidupnya pada pasar tradisional," kata Agustino sembari menyebut pula pasar tradisional sebagai salah satu penyumbang pendapatan asli daerah.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dan wakil rakyat mengatur kembali keberadaan pusat perbelanjaan modern ini.
Diatur tegas
Faktanya, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri mengaku kesulitan mengatur waktu operasional berbagai pusat perbelanjaan modern itu.
"Bahkan, Peraturan Presiden dan Menteri Dalam Negeri tidak mengatur waktu operasional pusat perbelanjaan modern," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah Ihwan Sudrajat di Semarang, Senin.
Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 tahun 2008, sebut Ihwan Sudrajat, hanya mengatur penempatan pusat-pusat perbelanjaan modern.
Sedangkan pengaturan lebih rinci, lanjut Ihwan, menjadi wewenang pemerintah kabupaten dan kota.
"Aturan yang ada saat ini hanya sebatas mengatur tata letak pendirian pusat perbelanjaan, misalnya harus berada di jalan utama," katanya.
Ia mengakui memang harus ada pengaturan tegas tentang pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional agar pedagang kecil tidak mati.
Pendapat ini bertolak belakang dengan Marketing Franchise PT Indomarco Prismatama Mardiyanto yang malah menilai pasar modern tidak akan mengancam pasar tradisional, sehingga tidak perlu ada peraturan yang membatasi pasar modern.
"Kenapa harus ada aturan pembatasan, sebab masing-masing pasar memiliki segmen pembeli sendiri," katanya seraya menunjuk Indomaret di bawah grup PT Indomarco Prismatama yang diklaimnya tidak akan mematikan kelangsungan hidup pasar tradisional.
"Meski banyak pasar modern yang saat ini berdiri, termasuk Indomaret, keberadaan gerai-gerai ini tidak akan mematikan keberadaan pasar tradisional yang sudah ada," katanya.
Dia justru menuntut pengelola pasar tradisional mengevaluasi diri. "Kuncinya membuat pembeli merasa nyaman. Itu yang harus dipikirkan," kata Mardiyanto.
Ia lalu mengungkapkan, saat ini, gerai Indomaret di seluruh Jawa Tengah dan Yogyakarta sudah mencapai 600 unit.
"80 unit di antaranya sudah menjadi milik pribadi, sedangkan sisanya dikelola dengan sistem waralaba," katanya.
Peraturan Daerah
Mungkin karena pemerintah mengaku kesulitan mengatur operasional pasar modern, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah mengambil inisiatif menyusun satu rancangan peraturan daerah untuk mengatur operasional pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern.
DPRD menilai operasional pusat perbelanjaan modern yang tidak terkendali memang akan merugikan pedagang kecil.
Oleh karena, seperti disebut Wakil Ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah M. Haris, waktu operasional pusat perbelanjaan modern untuk melindungi pedagang kecil yang sebagian besar berjualan di pasar tradisional, perlu dibatasi.
Pembatasan operasional itu akan ditegaskan dalam peraturan daerah tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional serta pusat perbelanjaan modern di provinsi itu.
"Mekanisme mengenai batasan waktu operasional akan diatur dalam perda seperti jam buka dan sebagainya," tegas M. Haris.
Peraturan itu juga mengatur penentuan zona atau wilayah pendirian pusat perbelanjaan modern sehingga pusat perbelanjaan modern tidak sembatang berdiri.
"Pendirian pasar modern akan diatur, jangan sampai merugikan pedagang pasar tradisional," kata Haris yang juga politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Ia mengemukakan, pasar tradisional jelas tidak mungkin menyaingi pusat perbelanjaan modern antara lain menyangkut kebersihan, kualitas barang, dan harga. Tetapi ini tidak boleh menghilangan keberadaan pasar tradisional.
Pembahasan rancangan perda tentang pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern kini dalam tahapan kajian naskah akademis, demikian Haris. (*)
ANT/AR09
Atur Yang Modern, Lindungi Yang Tradisional
13 April 2010 10:04 WIB
Para pedagang batik dan produk tekstil menunggu pembeli di pasar Klewer, Solo, Jateng, Minggu (7/2). (ANTARA/Hasan Sakri Ghozali)
Oleh I. Citra Senjaya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010
Tags: