Jakarta (ANTARA) - Dosen sekaligus pakar dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia (IKK-Fema) IPB University Prof Euis Sunarti mengatakan berdasarkan survei sebanyak 77,5 persen keluarga di Tanah Air menghemat pengeluaran untuk pangan selama pandemi COVID-19.

"Dan sebanyak 59,7 persen memilih untuk membeli pangan yang harganya lebih murah," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu malam.

Baca juga: Luhut: Karena COVID-19, Indonesia tingkatkan kualitas di dalam negeri

Di samping itu, sebesar 79,6 persen keluarga tidak mengurangi porsi makan, 76,6 persen tidak mencari informasi bantuan pangan serta pada persentase yang hampir imbang yaitu sebesar 50,6 persen tidak mengurangi jenis lauk yang dikonsumsi.

"Tujuan survei ini untuk mengelaborasi strategi pangan yang dilakukan keluarga," ujar Prof Euis.

Ia menjelaskan strategi coping pangan merupakan upaya yang dilakukan seseorang dalam mengatasi keadaan yang tidak menguntungkan dalam mempertahankan tujuan keluarga, baik itu dalam pemenuhan konsumsi pangan, maupun mata pencaharian.

Baca juga: Tahan dampak COVID, pemerintah berikan 9 stimulus investasi migas

Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa status pendidikan responden sebagian besar berpendidikan tinggi (Diploma, S1, S2, S3) yaitu 83 persen pada survei pertama dan 74 persen di survei kedua.

Perolehan data strategi coping pangan yang dilakukan oleh responden pada bulan pertama dan kedua mengungkapkan bahwa sebagian besar responden, tepatnya 77,5 persen memilih menghemat pengeluaran untuk pangan keluarga.

Baca juga: Keluarga Yoni Surabaya berbagi makan siang gratis di tengah pandemi

Pada bulan kedua, strategi pangan yang dilakukan responden tidak menunjukkan perubahan. Bahkan, terjadi peningkatan persentase yang lumayan besar untuk membeli pangan yang harganya lebih murah yaitu menjadi 69 persen.

Berdasarkan data strategi tersebut, Prof Euis menyimpulkan bahwa responden cenderung menunjukkan pola strategi coping pangan yang relatif sama. Sebanyak tujuh sampai delapan dari 10 keluarga melakukan penghematan pengeluaran untuk pangan.

Disusul dengan membeli pangan yang lebih murah harganya yang dilakukan oleh enam hingga tujuh dari 10 keluarga. Lalu, sebanyak satu dari dua keluarga melakukan pengurangan jenis lauk yang dikonsumsi, mencari informasi bantuan pangan dan terakhir melakukan pengurangan porsi makan yang dilakukan oleh satu dari lima keluarga.

"Data tersebut menunjukkan besarnya masalah kesejahteraan keluarga saat pandemi COVID-19 terjadi," ujar Guru Besar bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga tersebut.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam rumah tangga, sehingga dapat menjadi indikator dasar kesejahteraan keluarga. Maka, bila sebuah keluarga mengalami ketidaktahanan pangan, hal tersebut menunjukkan bahwa adanya ketidaktahanan keluarga.

Terjadinya ketidaktahanan pangan saat dua bulan pandemi berlangsung, berkaitan erat dengan masalah ketahanan ekonomi keluarga. Bila hal tersebut sesuai dengan data lain yang menunjukkan bahwa sekitar 53 persen keluarga hanya memiliki jumlah tabungan yang kurang dari dua bulan pemenuhan kebutuhan keluarga.

Padahal, sebagian besar keluarga berpendidikan tinggi. Hasil survei tersebut dapat menjadi gambaran mengenai urgensi dan krusialnya pembangunan keluarga, pembangunan yang ramah keluarga khususnya peningkatan ketahanan ekonomi keluarga bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.