Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan perlu peran psikolog untuk mendampingi anak berhadapan dengan hukum, baik anak yang berkonflik dengan hukum, anak sebagai korban, maupun anak sebagai saksi.

"Peran psikolog tidak putus, dimulai dari tahap pencegahan sampai dengan reintegrasi. Para psikolog dapat berperan dalam berbagai tingkat pencegahan, dari pencegahan primer hingga tersier melalui intervensi langsung kepada anak, keluarga, maupun lembaga lain yang berkaitan dengan anak," kata Pribudiarta melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.

Dalam tahapan pemeriksaan perkara hingga putusan hakim yang mengikat, psikolog berperan penting dalam rehabilitasi dan reintegrasi yang dijalani anak berhadapan dengan hukum.

Pribudiarta mengatakan psikolog dapat berperan dalam memberikan dukungan psikososial, memberikan informasi kepada petugas layanan mengenai keadaan psikologis anak, memberikan kesaksian ahli, hingga merancang intervensi yang paling sesuai untuk anak.

"Dalam ranah pembuatan kebijakan, para psikolog juga memiliki potensi besar memberikan kontribusi. Psikolog dapat membantu para pembuat kebijakan meramu kebijakan ramah anak yang dapat mendorong perkembangan psikologis anak secara maksimal ke arah yang positif," tuturnya.

Baca juga: KPPPA: Jangan tolak anak yang baru dibina di LPKA/LPKS

Baca juga: KPPPA: Cegah anak jadi pelaku tindak pidana hindari berhadapan hukum


Menurut Pribudiarta, terdapat ketimpangan antara kebutuhan psikolog forensik dibandingkan jumlah sumber daya psikolog yang ada. Dalam memberikan pendampingan, psikolog seringkali dituntut memahami substansi hukum dan peradilan pidana anak.

"Tidak semua psikolog memiliki pemahaman tersebut. Karena itu, kebutuhan psikolog forensik menjadi sangat tinggi seiring dengan peningkatan jumlah kasus anak berhadapan dengan hukum," katanya.

Menurut data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Kesehatan Kementerian Kesehatan, jumlah psikolog klinis yang dapat melakukan pemeriksaan psikologis kepada anak berhadapan dengan hukum di seluruh Indonesia hanya 749 orang.

Dengan jumlah tersebut, belum semua unit pelaksana terpadu daerah pelindungan perempuan dan anak memiliki psikolog yang dapat mendampingi kasus-kasus perempuan dan anak, terutama anak berhadapan dengan hukum.

Unit pelaksana terpadu daerah pelindungan perempuan dan anak telah terbentuk 28 di tingkat provinsi dan 81 di tingkat kabupaten/kota.

Baca juga: Kemenkumham: Pendekatan diversi bagi anak berhadapan dengan hukum

Baca juga: KPPPA: kelembagaan Sistem Peradilan Pidana Anak belum cukup tersedia