Denpasar (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sigit Pamungkas, mengemukakan bahwa ditetapkannya Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDIP menandakan kelemahan dalam merespons isu regenerasi.

"Meskipun terpilih aklamasi, dalam perspektif kepemimpinan Mega justru memperlihatkan tidak cukup kuat merespons isu regenerasi yang sebetulnya menjadi kebutuhan dasar PDIP saat ini," ujar Sigit Pamungkas saat berada di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan, sebagai partai nasionalis, PDIP cenderung mengalami penurunan legitimasi rakyat, terutama jika dilihat dari hasil pemilu yang terus merosot.

Pada Pemilu 1999, PDIP berhasil meraih suara 35 persen, Pemilu 2004 merosot menjadi 18 persen dan terakhir Pemilu 2009 hanya mendapat suara 14 persen. Hal itu menujukkan adanya "inflasi" suara luar biasa di PDIP, katanya mengingatkan.

"Padahal dalam Pemilu 1955, batas ambang minimal partai nasionalis adalah 20 persen. Kondisi itu jelas menunjukkan kemunduran PDIP yang luar biasa dan warning bagi Mega," kata Sigit yang juga pengajar Ilmu Pemerintahan pada pascasarjana UGM.

Menurut dia, kondisi itu menunjukkan adanya mosi tak percaya dari simpatisan PDIP, bukan hanya dari kader yang mendukung saja namun pemilih seluruhnya.

Dengan kata lain, katanya, figur Mega tidak cukup menjanjikan bagi kepemimpinan Indonesia ke depan.

Sebenarnya, saat kongres III di Sanur, Bali, yang baru berlalu, menurut dia, Mega bisa menyatakan sikap menolak dicalonkan lagi. Sayangnya, putri tokoh proklamator Bung Karno itu justru cenderung mengikuti kehendak sebagian arus bawah.

Padahal tantangan Pemilu 2014, ujar dia, sangat kompetitif, yang perlu diantisipasi dengan memunculkan sosok atau generasi baru. Hal tersebut telah dilakukan partai lain, semisal PAN dengan mememilih tokoh baru Hatta Radjasa.

Soal masa transisi PDIP seperti diungkapkan Mega, menurut dia, harusnya persoalan tersebut sudah selesai tahun tahun sebelumnya. Masa transisi sekarang justru hanya menunda persoalan regenerasi atau kepemimpinan partai," katanya.

Ia mempredisi nantinya PDIP hanya akan kembali menjadi penonton, karena tidak mampu melahirkan tokoh-tokoh generasi baru.
(T.M026/T007/P003)