Kupang (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebaiknya hanya membuka sekretariat di daerah dengan memanfaatkan sebagian ruang yang ada dalam gedung DPRD provinsi, ketimbang harus membangun kantor perwakilan di setiap ibu kota provinsi.

"Jika kita lihat dari aspek biaya, maka akan terjadi pemborosan, karena rapat yang dilakukan anggota DPD juga sifatnya temporer, tidak seperti DPR," kata pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Nicolaus Pira Bunga SH.MHum di Kupang, Minggu.

Mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana itu mengemukakan pandangannya terkait dengan rencana DPD untuk membangun kantor perwakilannya di masing-masing ibu kota provinsi dengan menelan biaya antara Rp25 miliar sampai Rp30 miliar untuk setiap provinsi.

Alasan membangun "rumah aspirasi" itu guna memenuhi amanat Pasal 227 ayat (4) Undang-Undang No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD yang menegaskan bahwa anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi pemilihannya.

Kemudian, Pasal 402 UU yang sama menegaskan, "penyediaan kantor DPD di ibu kota provinsi dilakukan secara bertahap, paling lama dua tahun setelah diundangkan".

"Anggaran pembangunan kantor perwakilan DPD di 33 provinsi itu akan kita ajukan dalam APBN Perubahan 2010 serta APBN murni 2011," kata anggota DPD dari Sulawesi Selatan, Bahar Ngitung kepada pers di Jakarta, pekan lalu.

Pira Bunga menegaskan alasan DPD bahwa tidak semua daerah memiliki wakil di DPR sehingga harus membangun "rumah rakyat" di daerah, bukan sebuah alasan yang tepat dan mendesak, karena aspirasi rakyat di suatu daerah bisa disampaikan melalui DPRD provinsi.

Selain itu, suatu daerah tanpa memiliki perwakilan rakyat di DPR pun, DPR tetap berkewajiban untuk mendengar aspirasi rakyat dari daerah bersangkutan, katanya.

Ia menjelaskan fungsi representasi DPR memang sangat jelas, sedang fungsi representasi DPD hanya mewakili daerah dalam konteks mewakili rakyat lintas nilai dengan tidak membedakan latar belakang politik, budaya, agama dan suku serta ras.

"Jika alasan membangun kantor perwakilan DPD di masing-masing ibu kota provinsi itu untuk mendekatkan pelayanan kepada konstituen juga tidak terlalu tepat, karena aspirasi rakyat bisa disalurkan melalui DPR maupun DPRD di tingkat provinsi," kata Pira Bunga.

Menurut dia, DPD dalam menjalankan tugasnya sangat umum jika dibandingkan dengan DPR sehingga tidak cukup tepat harus membangun "rumah aspirasi" di daerah dengan alasan mendekatkan diri dengan konstituen dengan biaya yang begitu besar.

"Lebih efektif dan efisien jika DPD membuka sekretariatnya di masing-masing gedung DPRD provinsi dan tetap berkantor pusat di Jakarta, karena aktivitas sidang DPD sifatnya temporer setelah mencermati berbagai macam persoalan yang terjadi di masing-masing daerah," demikian Nicolaus Pira Bunga.
(T.L003/A011/P003)