Pekanbaru (ANTARA News) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Reformasi Riau menyatakan keprihatinan terhadap kasus yang menimpa stasiun televisi swasta nasional TV One yang diduga telah melakukan rekayasa wawancara makelar kasus (markus).

"Kita prihatin dengan kasus dugaan rekayasa wawancara markus yang sedang dialami TV One dan berharap menjadi pembelajaran pendewasaan pers nasional," ujar Ketua PWI Reformasi Riau Jupernalis Samosir di Pekanbaru, Sabtu.

Mabes Polri mengadukan TV One ke Dewan Pers, Kamis (8/10), karena diduga telah mewawancarai seorang nara sumber yang disebut sebagai markus di lembaga kepolisian dalam progran "Apa Kabar Indonesia" edisi Kamis, 18 Maret 2010.

Padahal nara sumber yang diwawancarai adalah Adris Ronaldi (37), warga biasa yang bekerja lepas pada salah satu perusahaan hiburan yang kemudian mendapat honor Rp1,5 juta atas jasanya kepada TV One.

Menurut Jupernalis, tindakan merekayasa atau membuat berita bohong merupakan pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik dan tidak dapat dibenarkan, karena wartawan Indonesia dilarang untuk membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.

Namun dugaan yang dilayangkan Mabes Polri kepada Dewan Pers masih bersifat sepihak dan perlu pembuktian oleh kedua belah pihak agar kemerdekaan pers yang telah diakui pemerintah yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers tidak dilanggar.

Karena itu semua pihak saat ini diminta untuk menahan diri dan memberikan waktu kepada Dewan Pers sebagai lembaga yang mengurusi profesi dari berbagai organisasi dan media jurnalis bekerja secara maksimal.

"Kita meminta semua pihak untuk menahan diri dan kasus ini tidak serta merta memojokkan TV One sebagai media yang besar karena berita-berita yang disiarkan dari suatu proses kegiatan jurnalistik," kata Jupernalis.(M046/R014)