Saksi Ahli: Bahasyim Diduga Terima Gratifikasi
10 April 2010 04:26 WIB
Tersangka kasus dugaan suap dari wajib pajak yang juga mantan pegawai Ditjen Pajak, Bahasyim Assifie, ditahan usai pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Jumat (9/4) malam. (ANTARA/Fanny Octavianus)
Jakarta, 9/4 (ANTARA) - Saksi ahli hukum, Dr. Yeni Ganarsih mengatakan, dugaan sementara Bahasyim Assifie menerima gratifikasi (penyuapan) dari wajib pajak.
"Sebagai pejabat waktu itu tidak benar menerima bayaran (fee) untuk menyelesaikan masalah pajak kemungkinan besar hal itu adalah terjadinya gratifikasi korupsi," kata Yeni usai memberikan keterangan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, Jumat malam.
Yeni menuturkan, aliran dana sebanyak Rp64 miliar milik Bahasyim itu diduga sementara berasal dari pemberian wajib pajak saat menyelesaikan masalah pajak.
Dosen Fakultas Hukum Trisakti itu menjelaskan, jika pejabat bekerja menerima bayaran termasuk pelanggaran tindak pidana korupsi kemudian mengalirkan uangnya ke rekening siapapun menjadi pencucian uang.
Selain memeriksa Bahasyim, Yeni menyebutkan perlu penelusuran terhadap pihak terkait lainnya, seperti istrinya, Sri Purwanti dan putrinya, Winda Arum yang menerima aliran dana dari Bahasyim.
"Orang mengeluarkan itu aktif dan yang menerima pasif terhadap pidana, orang yang menerima itu patut menduga atau tidak," tuturnya.
Bahasyim yang tercatat sebagai mantan Kepala Kantor Pemeriksaan Jakarta VII, Direktorat Jenderal Pajak ditetapkan sebagai tersangka pada dugaan kasus korupsi dan pencucian
Penyidik mengenakan Pasal 2, 3 dan atau Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 25 Tahun 2001 dan Pasal dan atau Pasal 6 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan UU Nomor 15 Tahun 2001 mengenai Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang dengan penjara selama 15 tahun.
Penyidik sudah memblokir rekening milik Bahasyim sebesar Rp66 miliar pada dua bank, yakni BNI dan BCA sejak akhir Maret 2010.
Hingga saat ini Bahasyim masih menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, sejak pukul 10.00 WIB. (T014/K004)
"Sebagai pejabat waktu itu tidak benar menerima bayaran (fee) untuk menyelesaikan masalah pajak kemungkinan besar hal itu adalah terjadinya gratifikasi korupsi," kata Yeni usai memberikan keterangan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, Jumat malam.
Yeni menuturkan, aliran dana sebanyak Rp64 miliar milik Bahasyim itu diduga sementara berasal dari pemberian wajib pajak saat menyelesaikan masalah pajak.
Dosen Fakultas Hukum Trisakti itu menjelaskan, jika pejabat bekerja menerima bayaran termasuk pelanggaran tindak pidana korupsi kemudian mengalirkan uangnya ke rekening siapapun menjadi pencucian uang.
Selain memeriksa Bahasyim, Yeni menyebutkan perlu penelusuran terhadap pihak terkait lainnya, seperti istrinya, Sri Purwanti dan putrinya, Winda Arum yang menerima aliran dana dari Bahasyim.
"Orang mengeluarkan itu aktif dan yang menerima pasif terhadap pidana, orang yang menerima itu patut menduga atau tidak," tuturnya.
Bahasyim yang tercatat sebagai mantan Kepala Kantor Pemeriksaan Jakarta VII, Direktorat Jenderal Pajak ditetapkan sebagai tersangka pada dugaan kasus korupsi dan pencucian
Penyidik mengenakan Pasal 2, 3 dan atau Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 25 Tahun 2001 dan Pasal dan atau Pasal 6 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan UU Nomor 15 Tahun 2001 mengenai Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang dengan penjara selama 15 tahun.
Penyidik sudah memblokir rekening milik Bahasyim sebesar Rp66 miliar pada dua bank, yakni BNI dan BCA sejak akhir Maret 2010.
Hingga saat ini Bahasyim masih menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, sejak pukul 10.00 WIB. (T014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010
Tags: