Jakarta (ANTARA News) - Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mendapat perlakukan lebih istimewa dari pegawai Kementerian Keuangan yang telah mendapat perlakuan istimewa.
Hal itu dikatakan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarsa dalam diskusi dialektika "Menyoal Reformasi Birokrasi" di Gedung DPR RI di Jakarta, Jumat.
Dijelaskan Agun, pegawai Kementerian Keuangan telah mendapat perlakukan istimewa dengan diterapkannya remunerasi yakni insentif yang nilainya berkali-kali lipat dari gaji pegawai negeri sipil (PNS) di instansi pemerintah lainnya.
"Namun pegawai di Ditjen Pajak yang telah menerima insentif dari kebijakan remunerasi masih menerima dua insentif lainnya," kata Agun.
Ia mencontohkan, pejabat eselon satu atau Dirjen Pajak mendapatkan insentif Rp20 juta di luar insentif remunerasi serta insentif Inpres yang telah diberlakukan sejak 1980.
Menurut dia, diterapkannya kebijakan remunerasi ini menimbulkan kecemburuan dari PNS di instansi lainnya kepada PNS di Kementerian Keuangan, apalagi PNS di Ditjen Pajak masih menerima dua insentif lainnya.
Agun mengusulkan agar kebijakan remunerasi ini dihentikan sementara dan dilakukan kajian ulang apakah kebijakan ini memberikan pengaruh positif atau tidak.
Di sisi lain, katanya, diterapkanya kebijakan remunerasi yang tidak merata menimbulkan kecemburuan dari PNS di instansi lainnya sehingga bisa mengganggu kinerja.
Mantan anggota DPR RI Dradjad Wibowo mengatakan remunerasi tidak memberikan pengaruh positif tapi hanya memboroskan keuangan negara.
Ia mencontohkan, terkuaknya kasus pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan yang memiliki rekening mencurigakan sebesar Rp25 miliar menjadi bukti kuat kebijakan remuneasi tidak memberikan pengaruh positif.
"Ketika saya masih menjadi anggota DPR RI pada periode 1999-2004, sikap Fraksi PAN saat itu menolak diberilakukannya remunerasi," kata Dradjad.
(T.R024/S026)
Pegawai Ditjen Pajak Diperlakukan Istimewa
9 April 2010 16:38 WIB
Anggota DPR RI, Agun Gunanjar Sudarsa. (ANTARA)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010
Tags: